Urgensi untuk menciptakan kemudahan berusaha adalah untuk mendatangkan investasi sebesar-besarnya di Indonesia.

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan bahwa kebijakan yang akan meningkatkan kemudahan berusaha di Tanah Air merupakan solusi yang tepat dalam mengatasi dampak perang dagang yang mempengaruhi perekonomian global.

"Urgensi untuk menciptakan kemudahan berusaha adalah untuk mendatangkan investasi sebesar-besarnya di Indonesia," kata Pingkan Audrine Kosijungan dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.

Menurut Pingkan, perang dagang yang sudah terjadi sejak 2018 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan selesai.

Selain itu, ujar dia, Bank Dunia sudah memperkirakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan China menurun maka akan berpengaruh terhadap penurunan pertumbuhan PDB Indonesia.

Baca juga: China dan AS akan gelar pembicaraan perdagangan lagi pada Oktober

Ia berpendapat, tren serupa sebenarnya juga terjadi pada tahun lalu ketika perang dagang mulai bergulir, namun Indonesia dapat terhindar dari gejolak berkepanjangan akibat sokongan dari investasi langsung asing (FDI).

Untuk 2018 sendiri, realisasi investasi terbesar ada pada sektor jasa dengan capaian 54,1 persen dengan angka Rp177,5 triliun disusul kemudian oleh sektor manufaktur dengan capaian 25,4 persen dengan angka Rp83,6 triliun.

"Derasnya aliran investasi yang masuk pada sektor jasa tidak luput dari pesatnya perkembangan teknologi finansial yang mendapat suntikan dana dari FDI. Untuk itu, pemerintah perlu memperhatikan kemudahan dalam berinvestasi," katanya.

Ia juga mengemukakan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat dengan China ini justru membawa dampak pada negara-negara di dunia dan juga ekonomi global. Pemerintah Indonesia perlu memperkuat implementasi kemudahan berusaha untuk menekan dampak perang dagang terhadap ekonomi nasional.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pemerintah akan fokus mendorong ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) untuk memperbaiki neraca perdagangan pada semester I 2019 yang saat ini telah mencapai angka 1,90 miliar dolar AS.

"Peningkatan ekspor di tengah situasi yang tidak pasti ini, kami harus melakukannya," kata Enggartiasto saat ditemui usai rapat pembahasan RAPBN 2020 di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (16/8).

Menurut dia, langkah strategis itu diambil dengan memanfaatkan situasi perang dagang antara China dengan Amerika Serikat.
Baca juga: Ketegangan perdagangan AS-China mereda, kurs yen melemah

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019