Padi lokal karena tidak pernah di-'maintain' (dipelihara) sehingga pasti tanamannya tinggi terus bersifat semak, mudah rebah, produksinya juga pas-pasan

Sumatera Selatan (ANTARA) - Berbagai varietas tanaman unggul seperti padi dan kedelai diciptakan untuk mendorong produktivitas pertanian, guna meningkatkan ekonomi masyarakat sekaligus mewujudkan swasembada pangan.

Penciptaan varietas unggul tersebut dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi nuklir dalam mendapatkan berbagai karakteristik tanaman unggul, sesuai yang diinginkan dan dibutuhkan.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) telah menghasilkan 25 varietas padi dan 13 varietas kedelai unggul, dan terus akan mengembangkan varietas-varietas unggul baru ke depannya. Batan juga telah mengembangkan varietas unggul tanaman lain, seperti kacang hijau, kacang tanah, sorgum, dan gandum.

Untuk mendapatkan varietas unggul baru, teknik yang digunakan adalah pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi radiasi. Secara singkat, prosesnya adalah benih induk disinari dengan radiasi gamma Cobalt-60 dengan dosis 0,20 kilogray (satuan radiasi yang aman untuk bahan makanan).

Radiasi mampu menembus biji tanaman sampai lapisan kromoson. Struktur kromosom pada biji tanaman dapat dipengaruhi dengan sinar radiasi.

Perubahan struktur karena radiasi dapat berakibat pada perubahan sifat tanaman dan keturunannya. Fenomena ini untuk memperbaiki sifat tanaman agar mendapatkan biji tanaman dengan keunggulan tertentu, misalnya tahan hama, tahan kekeringan, dan cepat panen.

Padi yang diradiasi bersifat aman sepenuhnya, tidak ada unsur radioaktif yang tertinggal.

Baca juga: Musi Rawas panen perdana padi unggul Kahayan

Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan mengatakan nuklir bermanfaat bagi peningkatan produktivitas pertanian dan ekonomi masyarakat melalui penciptaan varietas-varietas tanaman unggul.

"Nuklir bermanfaat untuk pertanian pangan dan insyaallah meningkatkan ekonomi petani dari hasil yang lebih baik dari sebelumnya," katanya kepada wartawan usai panen raya padi varietas kahayan ciptaan Batan di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, Rabu (4/9).

Swasembada pangan
Indonesia pada 1984 pernah mewujudkan swasembada pangan karena produksi beras mencapai sekitar 27 juta ton, padahal konsumsi beras dalam negeri hanya 25 juta ton.

Bahkan, Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto saat itu, dapat memberikan bantuan 100.000 ton beras untuk korban kelaparan di sejumlah negara di Afrika.

Menjelang runtuhnya pemerintahan Orde Baru, impor beras kembali dilakukan dan terus melambung hingga kisaran tiga juta ton pada 1995. Bahkan, sampai saat ini, pemerintah terus berupaya untuk dapat mewujudkan swasembada pangan.

Dalam upaya khusus padi, jagung, dan kedelai (upsus pajale) yang mulai digulirkan pada 2015, pemerintah menargetkan peningkatan produktivitas padi, jagung, dan kedelai setiap tahunnya. Selain itu, peningkatan luas tambah tanam dan pencetakan sawah baru.

Batan secara intensif terus melakukan penelitian dan pengembangan untuk menciptakan varietas unggul baru, seperti padi, kedelai, dan sorgum.

Benih unggul bermutu memiliki sifat-sifat berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit tanaman, umur tanam pendek, dan rasa nasi enak.

Penelitian dan pengembangan aplikasi teknologi isotop dan radiasi yang dilakukan Batan berkontribusi terhadap pengayaan jumlah varietas nasional Indonesia.

Varietas padi dan kedelai unggul terus dikembangkan untuk mampu menghadapi berbagai kondisi cuaca dan lingkungan serta dengan produktivitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga dapat mendorong swasembada pangan untuk komoditas padi dan kedelai.

Pada saat ini, kemampuan dalam negeri belum dalam mencukupi kebutuhan kedelai. Produksi kedelai masih dinilai "kembang kempis". Budi daya kedelai juga dianggap menghabiskan biaya produksi tinggi dan perawatan dari benih yang dinilai sulit sehingga ketergantungan impor masih berjalan terus.

"Supaya itu tidak impor terus kita mencoba mencari solusi benih kedelai memang karena musim atau iklim dan supaya manajerial penanamannya ini tidak sulit," kata Kepala Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) Batan Totti Tjiptosumirat kepada ANTARA, Kamis (5/9).

Batan sedang mengembangkan tanaman sela kedelai dengan umur panen di bawah 80 hari untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mengoptimalkan penggunaan lahan.

Setelah padi dipanen, akan ada masa lahan tidak digunakan, yakni sekitar tiga bulan sampai lahan itu kembali ditanami padi. Masa kosong tersebut dapat digunakan untuk menanam kedelai sebagai tanaman sela sehingga penggunaan lahan benar-benar dapat dioptimalkan.

"Dari padi ke padi jaraknya tiga bulan masih bisa kedelai masuk itu, jadi kita tetap tujuannya adalah supaya kedelai tidak impor lagi karena kedelai impor itu kualitasnya tidak bagus," ujarnya.

Baca juga: Musi Rawas panen perdana padi unggul Kahayan

Saat ini, pihaknya sedang melakukan uji multilokasi untuk varietas kedelai unggul sebagai tanaman sela dengan umur tanam lebih pendek dan produktivitas lebih tinggi. Biasanya, kedelai memiliki umur 90-100 hari, sedangkan saat ini Batan mengembangkan dengan umur di bawah 80 hari.

Uji multilokasi berarti melakukan pengujian terhadap varietas kedelai unggul yang ditanam di berbagai daerah dengan berbagai kondisi tanah dan pada dua musim, yakni hujan dan kering. Indonesia memiliki beragam kondisi lingkungan, seperti masam, kering, basah, becek, dan lumpur.

"Sekarang baru uji multilokasi untuk melengkapi persyaratan pelepasan varietas," tuturnya.

Padi lokal
Batan juga mengembangkan varietas-varietas padi lokal yang unggul sesuai permintaan daerah, seperti padi Barak Cendana di Bali dan padi Dayang Rindu di Kabupaten Musi Rawas.

Pada prinsip dasarnya, varietas tanaman unggul yang baru memiliki karakteristik produksinya tinggi, tahan hama, genjah, umur dari masa tanam ke panen bersifat pendek, serta tidak mengubah rasa aslinya.

"Padi lokal karena tidak pernah di-'maintain' (dipelihara) sehingga pasti tanamannya tinggi terus bersifat semak, mudah rebah, produksinya juga pas-pasan artinya tiga ton satu hektare, setelah dimodifikasi rata-rata menjadi padi pendek, lebih kokoh hasilnya lebih banyak malainya lebih banyak produksi lebih tinggi lebih tahan lama dan rasanya tidak berbeda," ujarnya.

Melalui Program Agro Techno Park Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan di bawah binaan Batan, varietas padi unggul kahayan dan tropiko disebarkan kepada petani setempat untuk dibudidayakan.

Baca juga: Petani Sulbar minati beras "nuklir" Batan

Dalam panen raya di Desa G1 Mataram, Kabupaten Musi Rawas, Rabu (4/9), wartawan ANTARA menjumpai petani setempat. Salah satu petani bernama Sukardi yang menanam benih padi unggul Batan di lahannya seluas 0,25 hektare.

Sukardi mendapat benih lima 5 kilogram dari ATP Kabupaten Musi Rawas. Dia mengatakan telah memanen padinya beberapa hari lalu dan merasakan keunggulan varietas padi ciptaan Batan dibandingkan dengan padi yang biasa dia tanam.

"Rasanya enak dan tahan hama," ujarnya.

Hasil panen tersebut dia gunakan untuk konsumsi pribadi dan keluarga. Padi kahayan tersebut tahan hama wereng, memiliki produksi lebih tinggi dan tidak mudah rebah, serta memiliki tubuh lebih pendek. Tanaman padi ini juga dapat tumbuh di tanah agak kering.

Demikian pula petani lain yang bernama Jumari. Dia mendapat benih padi unggul 10 kilogram. Dia memiliki lahan seluas setengah hektare.

"Rasanya senang dikasih bantuan benih padi unggul. Lebih banyak panen lebih senang, bisa untuk mencukupi kebutuhan, buat biaya sekolah anak," ujarnya.

Petani akan lebih senang jika hasil produktivitas pertanian lebih tinggi.

Dengan panen lebih banyak maka pendapatan mereka juga menjadi lebih banyak. Kebutuhan hidup keluarga pun tercukupi.

Baca juga: Petani nikmati hasil panen padi unggul setahun dua kali

Kementan siapkan 3 Juta Ha padi bibit unggul gratis

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019