Meskipun SBR008 ditawarkan dengan tingkat kupon 7,2 persen dan lebih rendah dari SBR007 yaitu 7,5 persen, sifatnya yang mengambang dengan tingkat kupon minimal (floating with floor) serta bergantung pada suku bunga acuan Bank Indonesia. menyebabkan daya tarik tersendiri untuk para investor.
Ia menjelaskan nilai 7,2 persen adalah batasan minimal kupon sehingga apabila suatu saat suku bunga acuan BI turun maka nilai tersebut akan tetap namun jika terjadi tekanan inflasi dan menyebabkan BI harus menaikkan suku bunganya maka akan ada kesempatan nilai SBR008 7,2 persen itu naik.
Baca juga: Otoritas bursa dorong pegawai pemerintah investasi obligasi
Baca juga: Kemenkeu: generasi milenial dominasi investasi SBN ritel
“Dengan skema seperti ini akan sangat menarik bagi para investor,” kata Luky, di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, SBR008 telah mempunyai sasaran pasar yang tetap yaitu terbukti dengan adanya peningkatan kontribusi para generasi milenial sekitar 51,24 persen sampai Juli 2019.
“Bentuk investasi ini terutama banyak dicari oleh generasi milenial yang meliputi lebih dari 50 persen dari keseluruhan investor,” katanya.
Selain itu, faktor ketepatan waktu juga menjadi salah satu aspek yang paling berperan dalam keberhasilan penjualan SBR tersebut seperti tiga bulan pertama dalam satu tahun merupakan waktu di mana permintaan terhadap instrumen mencapai puncaknya.
Lebih lanjut, Luky mengatakan hasil dari penerbitan tujuh Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang dilakukan hingga Agustus mencapai Rp38,3 triliun atau 36 persen dari target yang ditentukan oleh pemerintah yaitu Rp60 triliun sampai Rp80 triliun pada akhir 2019.
“Kita masih on the track, targetnya Rp60 triliun sampai Rp80 triliun. Kami optimis,” katanya.
Baca juga: BI nilai Pekanbaru potensial serap SBR 007
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019