Apalagi saat ini Presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan melayani masyarakatJakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan Presiden Joko Widodo dapat membahas terlebih dahulu untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang-Undang KPK dan KUHP.
"KPK berharap Presiden dapat membahas terlebih dulu bersama akademisi, para ahli dari perguruan tinggi, masyarakat, dan lembaga terkait untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang-Undang KPK dan format KUHP," ucap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, kata dia, KPK mempercayai Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikannya bahwa tidak akan melemahkan KPK.
"Apalagi saat ini Presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan melayani masyarakat," ucap dia.
Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini, kata Agus, semestinya tidak perlu ada sehingga Presiden dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun dan KPK juga mendukung program kerja Presiden melalui tugas pencegahan dan penindakan korupsi.
Sebelumnya, Agus menyatakan terdapat sembilan persoalan di draf Rancangan Undang-Undang KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK, yaitu independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
"Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas," ucap Agus.
Tak hanya RUU KPK, lanjut Agus, ternyata DPR juga tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari tindak pidana korupsi sehingga keberadaan KPK juga terancam.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019