Bengkulu (ANTARA News) - Terdakwa kasus dugaan korupsi bagi hasil pajak bumi dan bangunan (PBB) dan bea penerimaan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) atau lebih dikenal "Dispenda Gate", Drs Chairuddin mengaku seluruh pengeluaraan uang yang dilakukannya atas sepengetahuan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin.
"Semuanya saya laporkan pada gubernur selaku penanggungjawab pengelolaan keuangan, dan saya sendiri menggunaan uang itu karena menjalankan tugas selaku bawahan atas perintah atasan," kata Chairuddin, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu, pada persidangan dugaan kasus korupsi di Dispenda dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Bengkulu, Kamis.
Ia menjelaskan, setelah diangkat menjadi Kepala Dispenda, hampir setiap hari dirinya dipanggil oleh gubernur untuk rapat, baik di Gedung Daerah (rumah dinas gubernur-red) maupun Kantor Gubernur Bengkulu.
Pada suatu pertemuan, kata dia, gubernur mengeluh pada dirinya karena kesulitan mendapatkan anggaran untuk membiayai berbagai program yang telah direncanakannya di antaranya penanaman pohon jarak pagar.
"Waktu itu gubernur bilang, sudah minta dana untuk program jarak itu sebesar Rp6 miliar kepada Biro Keuangan dan Bank Bengkulu, namun tidak bisa dipenuhi karena anggaran tidak ada," kata Chairuddin yang juga mantan Kepala Dinas Infokom Provinsi Bengkulu.
Gubernur, lanjutnya, juga menyatakan kalau program percepatan pembangunan termasuk penanaman pohon jarak harus segera direalisaikan untuk memenuhi janjinya bahwa Bengkulu akan berubah dalam 2,5 tahun pemerintahannya.
"Karena dari Biro Keuangan dan Bank Bengkulu tidak mendapat dana, gubernur minta saya untuk mencarikan solusi maka saya pun membeberkan kondisi keuangan dan adanya uang masuk (PBB dan BPHTB-red)," katanya.
Chairuddin juga mengaku tak lama setelah pembicaraan itu, dirinya dipanggil gubernur untuk membicarakan pemohonan dana Rp6 miliar dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) untuk pengembangan tanaman jarak dan Dinas Kimpraswil sebesar Rp8 miliar untuk pembelian alat berat.
"Waktu itu, pak Agusrin (gubernur, red) minta saya untuk menyelesaikan masalah dana tersebut, sebagai anak buah saya memenuhinya, dan kemudian mengambil anggaran dari pajak itu," katanya.
Terdakwa juga mengaku diminta gubernur untuk mencairkan "travel cheque" senilai Rp3 miliar di BRI Kramat Jati Jakarta, uang tersebut kemudian diserahkan kepada Nu`im yang ajudan gubernur dan Husnul Fikri, orang dekat gubernur.
Ia juga menjelaskan, uang itu kemudian diserahkan pada gubernur di Hotel Dharmawangsa yang berlokasi di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, atas permintaan gubernur.
Tak ada bukti tertulis tapi ada foto
Ketika ditanya bukti penyerahan uang itu, Chairuddin mengaku tidak ada bukti tertulis, namun ada foto saat pengambilan uang bersama Nuim.
Mengenai pembukaan rekening di BRI untuk menampung dana bagi hasil pajak itu, menurut Chairuddin juga atas sepengetahuan gubernur, dan Agusrin kemudian mengirim surat pemberitahuan pada Menteri Keuangan.
Demikian juga pemberian pinjaman Rp2 miliar kepada Direktur PT Sawit Bengkulu Madani Heri Santoso, sebagai pinjaman pembangunan pabrik CPO di Kabupaten Muko Muko dan Rp2 miliar pada Direktur PT Bahari Bumi Nusantara, Kusumawati untuk pembelian kapal ikan dan jaring, semuanya atas sepengetahuan gubernur.
Chairuddin juga mengaku pernah ditelepon oleh Sekretaris Provinsi Bengkulu Hamsyr Lair yang meminta uang sebesar Rp450 juta untuk kelancaran pembahasan penyusunan anggaran bersama DPRD Provinsi Bengkulu.
"Saya tidak tahu untuk apa uang itu, tapi setelah saya berikan uang itu, pembahasan anggaran bersama DPRD lancar," katanya.
Berulang kali Chairuddin menjelaskan, apapun yang dilakukannya termasuk dalam menggunakan dana bagi hasil pajak karena melaksanakan tugas yang diberikan atasannya Gubernur Bengkulu.
Jalannya persidangan yang semula agar tegang, tiba-tiba jadi ramai dengan gelak tawa ketika penasihat hukum terdakwa, Nediyanto, memperlihatkan foto Nu`im sambil menggaruk kepala sedang menghadapi uang tunai Rp3 miliar di Kantor BRI Kramat Jati.
"Saking bingungnya menghadapi uang banyak, dia (Nu`im) sampai bingung dan garuk kepala," kata ketua majelis hakim, Susanto berseloroh.
Chairuddin yang juga Kepala Dispenda Provinsi Bengkulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Dispenda Gate dengan tuduhan telah menyalahgunaan dana bagi hasil pajak (PBB dan BPHTB) senilai Rp21,3 miliar, sebelum dimasukan ke APBD dan seharusnya dibagikan ke sembilan kabupaten/kota.
Atas perbuatannya itu, Chairuddin yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kesbanglinmas itu dijerat dengan pasal berlapis yakni primair pasal 2 ayat (1) UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 tahun 1999 dan subsidair pasal 3 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana ditambah dan diubah dengan UU No.20 tahun 2001.
Penyalahgunaan dana itu teruangkap setelah BPK wilayah Palembang malakukan audit terhadap APBD Provinsi Bengkulu tahun 2006.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008