New York, (ANTARA News) - Harga minyak kembali merosot, Rabu, karena didukung penguatan mata uang dolar AS dan peningkatan cadangan bahan bakar minyak di Amerika Serikat. Namun demikian, kekhawatiran tentang harga minyak terus berlangsung karena secara historis masih berada di posisi tinggi. Ketua Federal Reserve AS Ben Bernanke mengatakan perekonomian Amerika sedang menghadapi "guncangan harga minyak yang serius". Kontrak berjangka minyak utama New York, minyak mentah jenis "light sweet" untuk pengiriman Juli, menyusut 2,01 dolar AS menjadi 122,30 dolar AS per barrel. Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Juli, turun 2,48 dolar AS menjadi 122,10 dolar AS. Harga minyak jatuh setelah Administratur Informasi Energi pemerintah AS mengatakan cadangan bensin Amerika meningkat 2,9 juta barrel dalam pekan yang berakhir 30 Mei. Perkembangan cadangan minyak tersebut mengalahkan ekspektasi pasar yang memperkirakan hanya naik 825.000 barrel dan menunjukkan kecenderungan melambatnya permintaan di negara konsumen energi terbesar dunia itu, karena konsumen menahan diri dari tingginya harga bensin. Harga minyak turun pada Selasa menyusul berlanjutnya penguatan dolar AS yang menghambat permintaan, karena minyak yang dihargakan dalam dolar AS menjadi lebih mahan bagi para pembeli asing. Sehari sebelumnya, harga telah turun hampir tiga setengah dolar AS karena mata uang AS melonjak sebagai respon atas komentar Bernanke, yang mengatakan bahwa para pembuat kebijakan the Fed "penuh perhatian" terhadap merosotnya dolar AS. "Bank Sentral AS mulai fokus terhadap inflasi lagi dan ini dapat mendukung dolar AS dan melunakkan tekanan pada harga minyak," kata analis dari Sucden, Andrey Kryuchenkov. "Di samping potensi penguatan dolar AS, para investor juga masih mengkhawatirkan tentang sinyal datarnya permintaan energi akibat tingginya harga," kata dia. Dalam pidatonya Rabu, Bernanke mengatakan tingginya harga minyak di AS sebagian karena membaiknya upaya konservasi sejak 1970. Harga minyak sekarang telah merosot sekitar 13 dolar AS sejak melesat ke rekor tertinggi 135,14 dolar AS di London dan 135,09 dolar AS di New York pada 22 Mei. "Hari-hari dari terjadinya rekor harga baru tampak sementara berakhir," kata Victor Shum, seorang analis pada konsultan energi Purvin and Gertz di Singapura. Meski akhir-akhir ini turun, harga minyak masih naik hampie seperempatnya sejak menembus 100 dolar AS perr barrel pada awal tahun 2008 dan para pedagang masih mencemaskan tingginya beban itu akan mengikis permintaan energi. "Fokus pasar adalah lebih banyak berita-berita yang merusak arus permintaan," kata analis Petromatrix, Olivier Jakob. "Terakhir, India negara yang menambah daftar negara-negara berkembang yang mengurangi subsidi minyaknya." Pemerintah India pada Rabu meningkatkan harga bahan bakar minyaknya untuk menahan kergian besar perusahaan-perusahaan minyak negara, yang mendorong kemarahan politik dan kekhawatiran tingginya inflasi. India, yang mengimpor 70 persen dari kebutuhan minyaknya untuk menopang pertumbuhan ekonominya yang pesat namun harus berhadapan dengan melambungnya harga minyak mentah global, menaikkan harga bensin lima rupee (12 sen dolar AS) per liter dan minyak solar tiga rupee. Kenaikan tersebut lebih besar dari kenaikan sebelumnya pada Februari, namun belum cukup untuk mengkompensasi kenaikan bahan bakar minyak global. Malaysia mengumumkan langkah serupa pada Rabu, karena pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyaknya.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008