Jakarta,(ANTARA News) - Pemerintah mengkaji kembali kartu pintar (smart card) premium dan solar bersubsidi yang sebelumnya akan dimulai Januari 2009. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro usai rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu malam mengatakan, pemerintah masih harus menghitung kebutuhan biaya pengadaan "smart card" yang ternyata cukup tinggi. "Program `smart card` kita kaji lagi. Ternyata, pembiayaannya cukup tinggi, karena harus memakai teknologi satelit," katanya. Menurut dia, pemakaian satelit dibutuhkan agar "smart card" juga bisa digunakan untuk keperluan lainnya. Raker juga menyepakati asumsi konsumsi premium dan solar dalam APBN 2009 tidak memasukkan program penghematan dengan menggunakan "smart card." Kuota BBM bersubsidi yang disepakati dalam raker tersebut adalah 38,854 juta kiloliter yang terdiri dari premium 20,444 juta kiloliter, minyak tanah 5,804 juta kilo liter, dan solar 12,605 juta kiloliter. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memperkirakan pemakaian "smart card" dapat menghemat 5,009 juta kilo liter premium dan 4,811 juta kiloliter solar. Kuota BBM bersubsidi 2009 dengan memasukkan "smart card" akan menjadi 29,033 juta kiloliter yang terdiri dari premium 15,435 juta kilo liter, solar 7,794 juta kiloliter, dan minyak tanah tetap 5,804 juta kilo liter. Purnomo juga menjelaskan, program "smart card" harus mendapat persetujuan DPR dan sejauh ini dalam pembahasan dengan Komisi VII DPR hanya disepakati pelaksanaan uji cobanya saja. "Dulu kita mau uji coba `smart card` di Batam dan Bali, namun Pemda setempat menolak. Lalu, di Jabodetabek juga tidak mungkin, karena akan ada rembesan ke wilayah lain di sekitarnya," katanya. Pemerintah, lanjutnya, juga tidak mau terburu-buru memberlakukan "smart card" karena pengalaman program konversi minyak tanah ke elpiji yang menimbulkan banyak masalah dalam pelaksanaan di lapangan. Menurut Purnomo, sebagai pengganti "smart card," pemerintah akan mempercepat pemakaian bahan bakar gas untuk transportasi yang dalam waktu dekat akan masuk dalam jumlah dari Sumatera Selatan ke Jawa.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008