Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim konstitusi mempertanyakan materi gugatan Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana 20 tahun dalam kasus kematian aktivis HAM Munir, mengenai Pasal 23 ayat (1)B Undang-Undang (UU) Nomor 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Hal itu dinyatakan dalam persidangan pengujian UU Kekuasaan Kehakiman dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, di Jakarta, Rabu.
Hakim konstitusi, Maruarar Siahaan, menyatakan, persoalan UU Kekuasaan Kehakiman itu, tidak hanya berbicara kasus pidana saja.
"Bagaimana dengan perkara perdata, yang berarti pihak-pihak tidak bisa mengajukan peninjauan kembali (PK). Oleh karena itu, dalam menilai jangan dari satu sisi saja," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum pemohon, Idrus Mony, menyatakan, kliennya mengajukan pengujian Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai telah bertentangan UUD 1945.
Dalam permohonannya, ia menyebutkan pemohon mendalilkan bahwa Pasal 23 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman itu, telah dijadikan dasar pertimbangan hukum oleh Mahkamah Agung (MA) untuk mengabulkan peninjauan kembali (PK) terhadap perkara pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Pasal 23 ayat (1) itu berbunyi "terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan PK ke MA, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan oleh UU.
Menurut pemohon, pasal tersebut pada kalimat "pihak-pihak yang bersangkutan", dapat menimbulkan penafsiran yang menyesatkan sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berbunyi "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Berdasarkan hal tersebut, pemohon meminta kepada MK agar Pasal 23 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008