Kupang (ANTARA) - Direktur Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa mengatakan, kebijakan moratorium pengiriman pekerja migran Insonesia (PMI) ke luar negeri yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTT, justeru membuat mafia semakin berani meloloskan CPMI.
"Pascamoratorium TKI oleh Pemprov NTT, bukannya calon PMI ilegal dan mafianya semakin takut, tetapi justeru semakin berani meloloskan CPMI ilegal keluar NTT," kata Gabriel Goa kepada Antara, Rabu.
Baca juga: Polda Kepri tetapkan dua tersangka penyelundup pekerja migran ilegal
Dia mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan seputar moratorium pengiriman calon TKI, dan meningkatnya jumlah PMI asal daerah itu yang meninggal dunia di luar negeri.
Berdasarkan catatan Padma Indonesia, jumlah PMI asal NTT yang meninggal dunia selama Januari-31 Agustus 2019 sebanyak 78 orang.
Baca juga: Dewan sesalkan penangkapan 21 PMI NTT di Kepri
Korban yang meninggal dunia ini adalah mereka yang mencari kerja ke luar negeri, melalui jalur tidak resmi, katanya.
Menurut dia, pemerintah harus segera mengoptimalkan layanan terpadu satu atap pada setiap daerah, untuk memudahkan CMPI mendapat pelayanan.
Baca juga: KBRI Amman pulangkan 19 pekerja migran lewat program amnesti Jordania
Selain membangun Balai Latihan Kerja (BLK) profesional di Tambolaka untuk melayani CPMI asal Sumba, di Kupang untuk layani CPMI asal Timor, Rote Ndao, Sabu Raijua dan Semau.
Serta BLK di Maumere untuk melayani CMPI di Flores, Palue, Solor, Adonara, Lembata dan Alor.
Baca juga: Polres Belu Tangkap Perekrut Pekerja Migran Ilegal di Atambua
Upaya lain yang perlu dilakukan adalah menyiapkan lapangan pekerjaan di NTT agar mereka tidak tergiur bujuk rayu mafia human trafficking untuk mencari kerja ke luar negeri, katanya menambahkan.
Dia meyakini, jika langkah-langkah ini bisa dilakukan secara profesional, maka dapat menekan jumlah CPMI ilegal keluar negeri sekaligus mengurangi korban meninggal di luar negeri.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019