Jakarta (ANTARA News) - Tiga tokoh yang dinilai telah mendorong proses perubahan sosial pada tingkat akar rumput serta memiliki komitmen terhadap toleransi dan pluralisme menerima "Maarif Award" dari Maarif Institute.Acara penyerahan penghargaan kepada ketiga tokoh tersebut, yakni Cicilia Handayani (40), Tuan Guru Haji (TGH) Hasanain Djuani (44) dan Ahmad Tafsir (44) dilakukan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta pada Selasa malam.Penghargaan diserahkan oleh pendiri Maarif Institue Ahmad Syafii Maarif dan Jeffrie Geovannie serta Direktur Eksekutif Maarif Institute Raja Juli Antoni.Ivan A Hadar, anggota Dewan Juri "Maarif Award", mengatakan setiap individu yang dipilih sebagai penerima penghargaan memiliki prestasi dan karya bermakna bagi masyarakat. Cicilia, yang tinggal di Perum Kalimas Indah, Blitar, Jawa Timur, membentuk institusi pendidikan taman kanak-kanak lintas agama di Dusun Banyu Urip, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, dusun terpencil dan terbelakang yang distigmatisasi sebagai bekas kantung Partai Komunis Indonesia (PKI). Perempuan yang lahir di Surabaya pada 27 Juli itu juga merupakan inisiator koperasi tani di Karang Gayam, Blitar. Kegigihan perempuan yang akrab disapa Yanti itu mendapat pengakuan dari semua tokoh organisasi sosial dan keagamaan di Blitar. Yanti berharap selama hidupnya bisa tetap setia bergerak di tingkat akar rumput dan mendapatkan upah besar di surga atas apa yang dia lakukan. Sementara Hasanain adalah pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haramain Putri Narmada di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang memadukan dunia pendidikan, konservasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan media konflik. Laki-laki yang lahir di Lombok Barat pada 17 Agustus 1964 itu berhasil mengajak 427 pesantren di sekitar wilayahnya untuk membuka "kitab hijau" dan melakukan kegiatan konservasi yang kini telah berhasil menyulap 30 hektare perbukitan tandus menjadi lahan hijau. "Saya tidak berbuat banyak, saya hanya mengajak mereka untuk tanam, tanam dan tanam," katanya serta menambahkan ia juga memberikan bibit pohon gratis untuk ditanam. Dan tokoh ketiga yang menerima penghargaan adalah Ahmad Tafsir, Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, yang berani melawan arus utama di tubuh organisasi yang dibentuk Ahmad Dahlan pada 1912 itu. Pria kelahiran Kebumen yang saat ini tinggal di Ngaliyan, Semarang, itu juga dinilai konsisten memperjuangkan ide-ide progresif di tubuh Muhammadiyah dan memiliki radius pergaulan lintas agama yang luas. Ia juga tidak ragu berinteraksi, dan bahkan terlibat intens, dengan kelompok-kelompok marginal seperti waria, korban narkoba dan penderita Schizophrenia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008