Jakarta, (ANTARA News) - Spanyol yang terkenal memiliki banyak pemain berbakat, tapi terus didera kekecewaan karena kegagalan dalam 11 Piala Eropa sebelumnya, kelihatannya harus membungkus semangat mereka dengan kemenangan 44 tahun silam di kandang sendiri. Kemenangan Spanyol pada Euro 1964 amat membekas bagi rakyat Spanyol dan tekad untuk mengulang sukses itu dikumandangkan pelatih Luis Aragones ketika timnya menempati urutan teratas penyisihan Grup F. "Juara atau tidak sama sekali," kata Aragones, pelatih kelahiran Hortaleza, Spanyol, 28 Juli 1938, ketika mengomentari timnya yang pada babak final bergabung dalam Grup D bersama Yunani, Swedia dan Rusia. Tim Spanyol yang dijuluki La Furia Roja ini dijuluki tim spesialisasi penyisihan, setelah dalam 12 Piala Eropa, lima di antaranya gagal lolos, selebihnya maju ke penyisihan grup dan sebagai runner-up pada 1984 di Prancis. Dalam penyisihan grup, Spanyol dikalahkan Irlandia Utara 2-3 dan Swedia yang juga menjadi lawan di Grup D, mengalahkan Casilas.dkk 0-2 kendati di leg kedua dibalas telak 3-0. Kelihatannya, tim yang lebih diawasi mereka adalah Rusia yang diasuh Guus Hiddink, yang sedang mengalami masa kebangkitannya. Kekalahan atas Irlandia Utara disebut-sebut media setempat mempengaruhi mental dan semangat para pemain dalam mengikuti kelanjutan turnamen itu. Namun kemenangan berikutnya atas Swedia, ditambah keampuhan mereka menundukkan Denmark serta kemenangan pada laga persahabatan lawan juara Piala Dunia Italia serta finalis Prancis, merupakan pompa yang dapat menggelembungkan semangat mereka. Pertanyaannya kini, apakah Luis Aragones mampu menyusun potensi kekuatan pemainnya? Spanyol memiliki pemain dengan materi terbaik Eropa mulai dari bawah mistar hingga lini depan dan kekuatan paling menonjol adalah melimpahnya materi pemain gelandang. Masalah dalam tim ini adalah susunan pemain dan permainannya selalu "over-elaborate" dan mereka harus berjuang untuk mengejutkan lawan, sedangkan di bagian tengah dikuasai pemain berbakat seperti Fabregas, Andres Iniesta dan Xavi, yang mau menerapkan gayanya sendiri-sendiri. Striker Fernando Jose Torres Sanz dan David Villa Sanchez, keduanya bermain pada klub yang menerapkan kunci kesuksesan terletak pada operan kencang sehingga mereka memiliki celah untuk menyerang. Tetapi mereka nyaris tidak mendapatkan peluang seperti itu dalam tim nasional. Kendati Spanyol senang dengan hasil undian memasuki babak final, namun di Grup D kelihatannya Swedia, Rusia dan juara bertahan Yunani akan menjadi masalah bagi mereka. Bila mereka ingin melaju seperti saat berada di perempat final dengan seteru sekaliber Italia, Prancis dan Belanda, maka mereka harus menerapkan taktik yang dapat mengejutkan lawan. Tergantung Aragones Membangun semangat, mengasah mental, menerapkan taktik bagi para pemain kaliber dunia itu, semuanya berada di tangan Aragones, yang dijuluki Si Bijak dari Hortaleza, yang menggantikan Inaki Saez yang dianggap gagal pada Euro 2004. Pada awal menangani tim itu, ia sempat mencicipi sukses 19 kali bertanding tanpa kalah, di antaranya 12 kali menang dan tujuh kali seri. Tetapi rekor menarik itu tidak berhasil diterapkan pada final Piala Dunia 2006, karena mereka kandas di tangan Prancis pada perdelapan final. Luis Aragones pernah menjadi bulan-bulanan media setempat, karena ia pernah berjanji akan mundur bila tim itu gagal menembus perempat final Piala Dunia. Mantan pelatih Atletico Madrid itu tidak menepati janjinya. Ia juga mendapat kritikan keras karena merombak secara total susunan pemain, termasuk ketika mengeluarkan pemain sekaliber Raul Gonzales. "Saya pelatih tim ini, maka saya yang berhak menentukan pemain. Saya yang berhak memanggil dan memulangkan pemain" katanya dengan nada ketus. Kakek Luis Aragones memang sedang tidak bermain kata-kata. Setelah timnya dikalahkan Swedia di babak penyisihan, mereka bangkit dan sisa sembilan pertandingan berikutnya dimenangi mereka, kecuali melawan Islandia yang berkesudahan imbang 1-1. Namun di tengah banyaknya pemain berkaliber dunia dalam tim Spanyol, tim La Furia Roja itu memiliki semacam "penyakit kronis", yaitu kekompakan dan rasa persatuan pemain biasanya rendah. Maka kini semuanya tergantung kepada Luis Aragones, bagaimana caranya ia "membungkus" semangat 44 tahun lalu agar bangkit kembali dan membuat Swedia, Rusia dan Yunani menjadi terperangah dan kocar-kacir di lapangan. Spanyol menghadapi Rusia pada 10 Juni di Stadion Tivoli New, kemudian menjajal kekuatan Swedia di stadion sama pada 14 Juni dan berhadapan dengan juara bertahan Yunani di Stadion Wals Siezenheim pada 19 Juni. Para pemain: Penjaga gawang: Iker Casillas (Real Madrid), Pepe Reina (Liverpool), Andres Palop (Sevilla).Pemain bertahan: Raul Albiol (Valencia), Fernando Navarro (Real Mallorca), Alvaro Arbeloa (Liverpool), Carles Puyol (Barcelona), Carlos Marchena (Valencia), Juanito (Real Betis), Sergio Ramos (Real Madrid), Joan Capdevila (Villarreal).Pemain tengah: Xabi Alonso (Liverpool), Xavi (Barcelona), Santi Cazorla (Villarreal), Cesc Fabregas (Arsenal), David Silva (Valencia), Marcos Senna (Villarreal), Andres Iniesta (Barcelona), Ruben de la Red (Getafe).Pemain depan: Fernando Torres (Liverpool), David Villa (Valencia), Daniel Guiza. (*)

Pewarta: Oleh A.R. Loebis
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008