Jakarta (ANTARA) - Anggota Panitia Kerja Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Taufiqulhadi menilai masyarakat tidak perlu khawatir RKUHP akan mengekang kebebasan pers dan berekspresi.
"Insan pers tidak perlu khawatir kalau ada anggapan kalau RKUHP ini akan berpengaruh pada kebebasan pers dan kebebasan berekspresi," kata Taufiqulhadi dalam diskusi bertajuk "RKUHP Kebiri Kebebasan Pers?" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Ia menilai RKUHP tidak boleh menekan kebebasan pers. Diharapkan RKUHP yang akan disahkan akan membuat demokrasi menjadi normal seperti di negara yang demokrasinya sudah mapan.
Dalam negara yang demokrasinya sudah mapan, kata dia, ada keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara tanggung jawab sosial dan kepentingan pribadi, dan antara keadilan dan wewenang.
Baca juga: Pasal penghinaan presiden muncul lagi di RKUHP dipertanyakan
"Itu semua harus berimbang. Ketika berimbang, demokrasi akan berjalan. Namun, kalau salah satu unsur tidak ada maka tidak akan menjadi demokrasi yang sempurna, bahkan cenderung kacau dan tidak tertib," ujarnya.
Taufiqulhadi menjamin RKUHP mendukung demokrasi dan ketertiban di Indonesia sehingga para insan pers tidak perlu khawatir kalau ada anggapan RKUHP berpengaruh pada kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Terkait dengan koalisi sipil yang mempertanyakan Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court akan ada penjelasan apa yang dimaksud hak seorang hakim.
"Kami tidak akan cabut pasal tersebut, tetapi kami berikan penjelasan sehingga nanti jelas apa yang dimaksud hak seorang hakim. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan," katanya.
Baca juga: AJI: 10 pasal RKUHP ancam kebebasan pers
Selain itu, dia menilai tidak mungkin RKUHP ditunda persetujuannya dan dibahas pada keanggotaan DPR periode 2019 s.d. 2024 karena sudah lama tertunda untuk dibahas.
Saat ini, menurut dia, merupakan momentum yang tepat untuk mengesahkan RKUHP menjadi UU karena semua fraksi di DPR memiliki perspektif yang sama untuk menyelesaikan pada periode ini.
"Kalau ditunda pengesahannya, ketika dibahas pada periode mendatang, akan dimulai dari nol. Jadi, kalau memang ada pasal yang belum sempurna, ada kesempatan untuk memperbaiki bisalnya melalui uji materi," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019