Jakarta (ANTARA News) - Aturan impor terbaru dari Uni Eropa (UE) terkait bahan kimia yang dikandung suatu produk (REACH) dinilai bisa mengancam kinerja ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya."Kita keberatan karena CPO tidak masuk dalam daftar minyak sayur yang dikecualikan dari daftar wajib registrasi produk," kata Sekretaris Eksekutif Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), Ignatius Ery Kurniawan, di Jakarta, Senin.Menurut dia, kebijakan UE tersebut diskriminatif karena minyak sayur dari kedelai dan bunga matahari tidak dikenakan wajib registrasi produk.REACH adalah aturan baru yang diterapkan UE terkait bahan kimia dan penggunaan bahan tersebut dengan aman. Aturan yang mulai berlaku sejak 1 Juni 2007 itu telah diterapkan sejak 1 Juni 2008.Setiap impor yang masuk ke UE diwajibkan melakukan registrasi/pendaftaran kepada European Chemicals Agency (ECHA) mengenai kandungan bahan kimia yang terdapat dalam produknya termasuk informasi penggunaan yang aman. Pendaftaran produk dapat dilakukan oleh eksportir negara non UE dengan menunjuk sebuah perusahaan yang didirikan di UE yang bertindak sebagai Perwakilan Satu-satunya (Only Representative/OR). Produsen dan importir UE diberi waktu untuk menyerahkan informasi dasar mengenai zat-zat kimia dalam produknya selama masa pendaftaran pendahuluan (1 Juni - 1 Desember 2008) untuk mendapatkan perpanjangan waktu pendaftaran hingga 2010,2013 dan 2018 yang disesuaikan dengan jenis zat dan kategori volumenya. Ery mengatakan Indonesia masih memiliki kesempatan untuk meminta CPO dan produk turunannya masuk dalam daftar yang dikecualikan. "Masih ada waktu sampai Desember 2008, kalau pendekatan kita bagus, kita akan bisa masukkan CPO dalam pengecualian dan kita tidak perlu registrasi,"ujarnya. Untuk itu, Ery meminta pemerintah segera melakukan pendekatan dengan otoritas UE terkait hal tersebut. "Ini kan regulasi, harusnya diurus antar pemerintah. Kita minta kepada pemerintah untuk mengajukan keberatan pada parlemen EU karena CPO tidak dimasukkan dalam daftar yang tidak wajib registrasi," tambahnya.Potensi monopoli Secara umum, Ery menilai syarat adanya OR akan menimbulkan praktik monopoli impor dan menambah biaya ekspor. Ia menggambarkan jika suatu produk sudah didaftarkan oleh satu perusahaan, maka produk serupa dari perusahaan lain terpaksa masuk ke UE melalui perusahaan pertama. "OR itu berpotensi untuk terjadinya monopoli,"ujarnya. Aturan REACH itu, menurut Ery, pasti akan menambah biaya ekspor ke UE. "OR itu syarat mutlak untuk registrasi produk kita, itu artinya kita sewa orang sana yang mahal, dan proses registrasi itu akan tambah biaya," ujarnya. Senada dengan Ery, Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan, Harmen Sembiring menilai REACH akan memperlemah daya saing produk ekspor Indonesia. "Ada beberapa masalah, misalnya bagaimana kalau produk Indonesia diregistrasi oleh perusahaan Singapura. Kedua bagaimana kalau importir A registrasi untuk furnitur pameran, kemudian ada lagi importir B yang mau masuk, apa dia harus registrasi lagi, ini masalah," paparnya. Harmen mengatakan pemerintah akan membuat tim yang dipimpin oleh Departemen Perindustrian untuk mengantisipasi penerapan REACH terhadap kinerja ekspor. Tim tersebut akan melakukan sosialisasi pada eksportir dan membuat peta jalan menghadapi aturan impor terbaru dari UE itu. Harmen mengakui aturan ini akan menyulitkan eksportir Indonesia mengingat REACH berlaku untuk semua produk yang masuk ke UE bukan hanya makanan. Sementara itu, Penasehat Kepala Seksi Ekonomi dan Perdagangan UE untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Andreas Julin menegaskan tanpa registrasi maka produk dari Indonesia bisa dilarang masuk UE. Ia menyarankan eksportir Indonesia untuk segera bersiap-siap mengikuti aturan REACH itu. "Cari tahu informasi tentang peraturan apa saja yang terkait dengan produknya, koordinasi dengan importir UE tentang kewajiban eksportir," ujarnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008