Menurut pemohon, aturan tersebut sama persis dengan Pasal 159 Ayat (1) UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang telah dinyatakan konstitusional bersyarat melalui Putusan MK Nomor 50/PUU-XVII/2014.
"Ketentuan ini dapat menimbulkan kerancuan karena salin tempel dari Pasal 159 Ayat (1) UU Pilpres," ujar pemohon Ignatius Supriyadi di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pemilu serentak dinilai menimbulkan banyak korban
Adapun Pasal 416 Ayat (1) UU Pemilu menyatakan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provisi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Ignatius menyebutkan keberadaan Pasal 416 Ayat (1) UU Pemilu tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat dengan adanya informasi yang beredar di tengah masyarakat bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih tidak dapat dilantik jika tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 416 Ayat (1) UU Pemilu meskipun Pilpres 2019 hanya diikuti oleh dua pasangan calon.
“Untuk itulah, pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 416 Ayat (1) UU Pemilu bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden yang hanya terdiri atas dua pasangan calon,” jelas Ignatius.
Menanggapi permohonan tersebut, majelis hakim menilai bahwa pemohon belum menguraikan secara perinci mengenai pertentangan pasal yang diuji dengan batu uji dalam UUD NRI Tahun 1945.
Baca juga: MK nilai UU Pemilu sudah beri kepastian hukum
"Belum ada perincian mengenai uraian kenapa pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28H Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 28I Ayat (4) UUD 1945," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan agar pemohon menguraikan mengenai kerugian yang dialami dengan berlakunya Pasal 416 Ayat (1) UU Pemilu.
"Bagaimana uraian hak-hak itu dengan hak-hak dalam UUD 1945 mempunyai keterkaitan? Hal ini harus disebutkan korelasinya. Kerugian Pemohon ada di kekosongan hukum atau apa?" kata Enny.
Dengan saran perbaikan tersebut, majelis hakim konstitusi memberikan waktu 14 hari kerja kepada pemohon untuk melakukan perbaikan.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019