Singapura (ANTARA News) - Harga minyak dunia bervariasi (mixed) di perdagangan Asia, Senin, di tengah pemberitaan negatif mengenai ekonomi global yang dapat menekan permintaan minyak, kata dealer. Dalam perdagangan pagi, kontrak berjangka minyak utama New York jenis light sweet untuk pengiriman Juli turun empat sen menjadi 127,31 dolar per barel. Kontrak acuan ditutup pada 127,35 dolar pada Jumat pekan lalu di New York Mercantile Exchange (Nymex). Harga minyak mengalami penurunan pekan lalu karena para pedagang melakukan "ambil untung" dari harga yang sempat melonjak di atas 135 dolar di tengah kekhawatiran seputar ketatnya pasokan energi. Pada harga 135 dolar per barel, minyak telah mengalami lonjakan lebih dari tiga kali sejak awal 2008. David Moore, strategist komoditi pada Commonwealth Bank of Australia di Sydeny, mengatakan bahwa pasar telah menunjukkan perubahan dari penutupan Jumat lalu. "Beberapa faktor mungkin mempengaruhi pergerakan tersebut tetapi laporan baru-baru ini mengenai dampak ekonomi mungkin telah mempunyai pengaruh tipis," kata Moore kepada AFP. Harga minyak turun lebih dari empat dolar pada Kamis pekan lalu, di tengah adanya kekhawatiran menurunnya permintaan, meskipun laporan pemerintah Amerika Serikat menunjukkan bahwa cadangan energi mengalami penurunan pekan lalu. Administrasi Informasi Energi AS mengatakan Rabu lalu bahwa cadangan minyak mentah AS turun 8,8 juta barel pada pekan yang berakhir 23 Mei lalu, sementara cadangan bensin turun dengan 3,2 juta barel. Harga naik setelah adanya pemberitaan tersebut tetapi berangsur-anagsur turun karena beberapa analis memperkirakan penurunan permintaan energi dikarenakan harga bahan bakar yang meroket. "Tinjauan ekonomi di Amerika Serikat dan Inggris nampak sedikit melemah dan di mana adanya kekhawatiran seputar melemahnya permintaan untuk minyak," katanya. Sementara itu Perdana Menteri Jepang Yasuo Fukuda menyerukan untuk berbagai langkah guna menjamin produksi minyak lebih banyak dan stabilitas pasokan. Jepang saat ini sebagai presiden Kelompok Delapan Negara Industri Maju (G-8). Perancis mendesak para menteri ekonomi G-8 untuk menyerukan kepada para produsen minyak agar menaikkan produksi mereka. Sedangkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang memompa 40 persen dari minyak dunia, menolak permintaan agar lebih banyak memompa minyaknya demi mengamankan pasar yang bergejolak. Presiden OPEC, Chakib Khelil, Sabtu lalu, menyatakan kembali pandangan kartel tersebut bahwa para spekulator dan melemahnya nilai tukar dolar AS sebagai salah satu penyebab melonjaknya harga. Khelil, yang juga menteri energi Aljazair, menjelaskan bahwa OPEC tidak akan meninjau kembali situasi hingga pertemuan organisasi minyak dunia itu di Wina pada 9 September mendatang. (*)
Copyright © ANTARA 2008