“Tiga titik ini adalah di lereng Gunung Lewotobi, puncak Gunung Ile Boleng, dan wilayah perbukitan di Pulau Solor,” katanya ketika dihubungi dari Kupang, Senin.
Ia mengatakan, bencana kekeringan akibat musim panas yang sedang melanda daerah itu menyebabkan banyak lahan kering mudah terbakar, kebakaran di sejumlah titik itu diduga akibat aktivitas yang dilakukan warga.
“Bisa juga terjadi karena orang-orang yang iseng membakar rumput lalu dibiarkan begitu saja atau juga aktivitas warga yang berburu lalu membuang puntung rokok sembarangan,” kata Agustinus.
Ia mengatakan, kebakaran huitan dan lahan seperti ini hampir rutin terjadi setiap tahun di wilayah setempat yang diantaranya terjadi pada wilayah pegunungan yang sulit dijangkau.
Kondisi ini, lanjutnya, yang menyebabkan karhutla sulit ditangani secara cepat oleh pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Di sisi lain butuh sumber daya yang lebih memadai sehingga kami minta dukungan juga dari pemerintah pusat terutama anggaran untuk penanganan bencana,” katanya.
Menurut Agustinus, hal penting yang perlu pemerintah daerah setempat membangun kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungannya.
"Saya sudah perintahkan ke desa-desa agar dalam rapat-rapat bersama warga diumumkan larangan membakar hutan karena selain merusak lingkungan juga bisa terjerat persoalan hukum," katanya.
Baca juga: BNPB: Kebakaran lahan paling luas di NTT tanpa asap
Baca juga: Waspadai karhutla di delapan kabupaten di NTT
Baca juga: BMKG catat 9 titik panas di NTT
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019