Palembang (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Selatan Waspi mengatakan bonus demografi yang puncaknya terjadi pada 2035 harus menjadi anugerah bagi rakyat Indonesia sehingga harus disikapi dengan serius oleh semua pihak.

"Bonus demografi merupakan dua mata pisau yang sama-sama tajam. Jika tidak disikapi dengan serius maka akan menjadi dampak negatif yang mengerikan, namun jika dipersiapkan dengan matang maka akan menjadi anugerah bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Waspi.

Ia mengatakan hal tersebut dalam seminar bertemakan "Optimalisasi Peluang Bonus Demografi dalam Pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan" di Palembang, Senin.

Seminar tersebut di buka oleh Asisten Bidang Kesra Hj Akhmad Najib dan dihadiri sejumlah narasumber yakni Dr Dra Hj Telly Pauline Ulviana Siwi MSi dari TP PKK Provinsi Sumsel, Prof Nurlina T Muhyiddin MSi PHd dari Koalisi Kependudukan Provinsi Sumsel, dan Hari Widodo dari Bank Indonesia Provinsi Sumsel.

Ia mengatakan, Sumsel sejatinya saat ini sudah masuk dalam periode bonus demografi yakni 2015-2035, yang mana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari pada penduduk nonproduktif.

Penduduk usia produktif (15-64 tahun) ini dapat manfaatkan untuk meningkatkan pembangunan segala bidang.

Syaratnya, ia menambahkan seluruh rumah tangga harus memiliki tabungan masa depan untuk dipergunakan sebagai modal usaha dan bahkan menciptakan lapangan kerja.

Baca juga: Ilham Habibie sebut bonus demografi perlu dilengkapi daya inovasi


Dengan semakin banyaknya penduduk usia produktif otomatis persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin berat, maka dari itu pemuda harus kreatif dalam membuat usaha sendiri sehingga tidak menjadi pengangguran, kata dia.

Melalui program KB, lanjut Waspi, BKKBN menyikapi bonus demografi dengan terus mengupayakan untuk menurunkan angka Total Fertility Rate (TFR), menurunkan angka unmeetneed, meningkatkan angka peserta KB aktif.

Selain itu, BKKBN juga mencegah stunting melalui progran 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Sementara itu, Prof Nurlina menjelaskan bonus demografi keterkaitan dengan harapan hidup dan hidup sehat. Sumsel masih tinggi harapan hidupnya tapi harapan sehat masih kurang.

Di Sumsel, masih banyak usia produktif yang sakit sehingga angka harapan hidup 70 tahun tapi angka hidup sehat 61 artinya ada 9 orang yang sakit, tentu saja penduduk yang sakit tidak bisa bekerja dan berkompetisi, kata dia.

Sementara narasumber lain, Dr Dra Hj Telly Pauline Ulviana Siwi MSi menjelaskan masalah seputar pernikahan dini.

Saat ini jumlah remaja yang melakukan pernikahan dini cukup tinggi. Untuk menyikapi hal itu, diperlukan peran orang tua untuk mengontrol anak-anaknya.

Orangtua memposisikan sebagai teman bagi anak sehingga anak lebih terbuka bercerita mengenai segala hal. "Orangtua juga harus memberikan pendidikan mengenai alat reproduksi kepada anak dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami," kata dia.

Pemerintah Provinsi Sumsel menyambut baik dengan meningkatkan human resources apalagi tahun 2035 tinggal 15 tahun.

Saat ini Sumsel masih di angka 12,8 persen angka kemiskinannya atau masih di atas rata-rata nasional yang sejauh ini sudah menyentuh satu digit.

Baca juga: BKKBN : Budaya merantau jadi kendala Sumbar menikmati bonus demografi
Baca juga: Kemenperin persiapkan pengusaha muda kreatif hadapi bonus demografi

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019