Medan (ANTARA News) - Lembaga Sensor Film (LSF) menyatakan kebangkitan industri film nasional dalam beberapa tahun terakhir tidak diimbangi dengan lahirnya film yang memiliki pesan moral kuat sesuai dengan karakter bangsa. "Kembali bangkitnya industri film kita dewasa ini cukup mencemaskan, sebab tak diimbangi dengan pesan moral yang sesuai dengan karakter bangsa ini," ujar Komisi Evaluasi dan Sosialisasi LSF, Djamalul Abidin, kepada wartawan di Bandara Polonia Medan, Jumat. Akibatnya beberapa yang disensor pihaknya terpaksa mengalami potongan adegan visual karena di dalam film yang diproduksi anak negeri itu kebablasan dan bertentangan dengan kaidah moral, agama dan budaya bangsa Indonesia. Beberapa film yang telah beredar dan mengalami pemotongan adengan visual itu karena mengandung adegan seks, kekerasan dan mistik seperti pada film berjudul "Buruan Cium Gue, "Maaf Saya Menghamili Isteri Anda", "Kawin Kontrak" dan "Tali Pocong Perawan". Menurutnya, kini ada film yang belum beredar dan masih disensor, yakni "Mengaku Rasul" dan "Mau Lagi" atau yang disingkat "ML". "Untuk film berjudul "Mengaku Rasul" belum kita beri izin edar karena masih mendapat protes dari Majelis Ulama Indonesia, sedangkan "ML", kita minta direvisi adegannya dan diubah judulnya sebelum diedarkan. Karena tidak sesuai dengan beberapa item yang kita sensor seperti dari pemilihan judul, tema serta adegan visual dan dialog," ujarnya. Selain itu film ML juga telah melanggar ketentuan yang ada karena telah dipromosikan di internet padahal belum disensor LSF. Untuk itu LSF meminta para sineas dan perusahaan film di Tanah Air agar mempertimbangkan pesan moral dalam pembuatan film, karena film "box office" tidak harus bertentangan dengan moral bangsa seperti film berjudul "Ayat-Ayat Cinta" dan "Nagabonar Jadi Dua". "Para sineas dan pengusaha film harus bertanggung jawab terhadap anak bangsa ini dan telah banyak film dalam negeri menjadi `box office` yang ditonton jutaan pasang mata," tegasnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008