Jakarta, (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi menolak eksepsi (keberatan) Artalyta Suryani, terdakwa dugaan pemberian uang 660 ribu dolar AS kepada Jaksa Urip Tri Gunawan. "Menyatakan keberatan dari terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Mansyurdin Chaniago ketika membacakan putusan sela, di Jakarta, Jumat. Artalyta Suryani didakwa telah memberikan uang sebesar 660 ribu dolar AS kepada jaksa Urip Tri Gunawan. Pemberian uang itu diduga terkait dengan bantuan yang diberikan Urip dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjerat Sjamsul Nursalim, pengusaha yang dikenal dekat dengan Artalyta. Atas perbuatannya, Artalyta dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan primair. Perempuan paruh baya itu juga dijerat dengan pasal 13 UU yang sama, pada dakwaan subsidiair. Majelis hakim yang terdiri dari Mansyurdin Chaniago, Edward Pattinasarani, Dudu Duswara, Andi Bachtiar, dan Ugo menolak keberatan Artalyta tentang perubahan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa didampingi penasihat hukum, ketika Artalyta masih berstatus tersangka. Menurut majelis hakim, pasal 115 KUHAP menyatakan tersangka dapat didampingi oleh penasihat hukum dalam setiap pemeriksaan. Kata `dapat`, menurut majelis hakim, menandakan kehadiran penasihat hukum dalam setiap pemeriksaan tersangka bukan suatu kewajiban/keharusan. Kemudian, majelis hakim juga menyatakan keberatan Artalyta tentang penyebutan namanya dengan alias Ayin tidak beralasan. Majelis berpegang pada BAP 228 yang menyebutkan bahwa Artalyta membenarkan pertanyaan penyidik KPK bahwa wanita paruh baya itu juga memiliki nama panggilan Ayin. Kemudian, majelis hakim juga menolak keberatan Artalyta yang menyatakan bahwa dirinya tidak pernah diberi kuasa untuk mengurus kasus BLBI karena hal itu sudah memasuki pokok perkara yang harus dibuktikan di persidangan. Sebelumnya, tim penasihat hukum Artalyta yang diketuai oleh OC Kaligis menyampaikan keberatan tentang pasal yang disangkakan kepada Artalyta. Menurut Kaligis, kliennya seharusnya didakwa menggunakan pasal 322 KUHP tentang pembocoran rahasia karena Artalyta hanya mendapatkan informasi tentang kasus yang menjerat Sjamsul Nursalim dari saksi Jaksa Urip Tri Gunawan. Artalyta, menurut tim penasihat hukum, tidak bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008