Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Jumat pagi, cenderung stabil pada Rp9.310/9.320 per dolar AS, karena pelaku pasar bersikap hati-hati, menyusul melemah harga minyak mentah dunia. "Turunnya harga minyak mentah dunia menjadi 126 dolar AS per barel mengakibatkan pelaku pasar bersikap hati-hati masuk ke pasar, sehingga pergerakan kedua mata uang itu berada dalam kisaran sempit," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, rupiah seharusnya bisa bergerak naik dengan turunnya harga minyak mentah dunia itu, karena pelaku akan mengurangi minat beli terhadap dolar AS, namun pembelian terhadap rupiah juga relatif kecil. Namun kondisi ini memberikan peluang bagi rupiah untuk menguat pada penutupan perdagangan sore nanti, katanya. Posisi rupiah, lanjut dia, dinilai masih berada dalam level yang aman, meski Bank Indonesia (BI) berkeinginan untuk bisa berada di bawah angka Rp9.300 per dolar AS. Karena itu, BI diperkirakan akan kembali masuk pasar dengan melepas cadangannya untuk membeli dolar AS agar rupiah bisa di bawah Rp9.300 per dolar AS, ucapnya. Sulitnya rupiah bergerak naik, menurut dia, karena belum muncul isu positif dari pasar internal, setelah kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 28,7 persen. Rupiah akan mendapat sentimen positif apabila BI kembali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). BI diperkirakan akan menaikan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 8,50 persen untuk menarik investor asing lebih aktif bermain di pasar uang. Dengan selisih bunga yang semakin besar antara rupiah dan dolar AS, maka investor asing akan tetap eksis di Indonesia. "Kami optimis BI akan menaikkan BI Rate sebesar itu yang dipicu oleh laju inflasi yang cenderung tinggi pada Mei dan Juni," katanya. Apabila BI jadi menaikkan lagi BI Rate, menurut dia, maka perbankan akan menaikkan suku bunga kredit, meski kenaikan itu tidak pada waktu yang sama. "Perbankan akan menyesuaikan suku bunga kreditnya pada tiga sampai lima bulan ke depan," ujarnya. Ia mengatakan, rupiah pada sore nanti berpeluang untuk naik, apabila pelaku masuk pasar membeli rupiah, ketimbang dolar AS, karena sentimen positif cenderung berpihak pada mata uang Indonesia. Kenaikan rupiah diperkirakan tidak besar, karena pelaku masih ingin melihat pasar lebih jauh, terutama terhadap pergerakan harga minyak mentah dunia, ucapnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008