Jakarta (ANTARA News) - Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mempertimbangkan untuk memberikan kesempatan perusahaan BUMN lain untuk mengambilalih atau mengakusisi saham Krakatau Steel (KS).
"Opsi ini menjadi wacana kami karena akan meminimalkan opsi-opsi yang sudah ada baik melalui IPO (penawaran saham perdana) atau strategic sale (penjalan pada mitra strategis)," kata Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu dalam diskusi mengenai Privatisasi PT KS yang diselenggarakan Pusat Studi Hukum dan Pembangunan (PSHP) di Jakarta, Kamis.
BUMN membeli saham KS baik melalui IPO atau Strategic Sale maka gejolak pro dan kontra yang muncul seperti sekarang ini bisa diminimalisir.
Said mengaku pihaknya memang belum membahas secara detail pelaksanaan hal ini karena masih membutuhkan kajian yang mendalam. "Jika BUMN yang mengambil alih dan bukannya asing maka gejolak di masyarakat akan bisa diatasi," katanya.
Ia mengingatkan, privatisasi tidak mesti harus dilepas ke pasar atau pada mitra strategis swasta, karena hal ini juga akan mengakomodasi berbagai keberatan dari berbagai pihak yang menyatakan kepemilikan asing di industri strategis akan merugikan kepentingan nasional.
Said Didu menambahkan, pihaknya tidak ingin mengulang kejadian pada privatisasi Indosat dan Semen Gresik, ketika opsi stratagic sale yang dilakukan pemerintah ternyata justru menimbulkan masalah di masyarakat.
Ketua PSHP Ade Komaruddin mendukung ide model pelepasan kepemilikan BUMN dengan cara menggandeng BUMN lain.
"Ini seperti memindahkan isi kantong kanan ke kantong kiri. Tetap kuasa ada di negara. Dan penolakan akan lebih kecil," kata Ade.
Dalam kajian PSHP, privatisasi yang dilakukan dengan cara IPO akan membuat sebuah BUMN lebih dimiliki oleh banyak orang karena terjadinya penyebaran kepemilikan. Sehingga dapat dikatakan tidak ada penumpukan kekuasaan di salah satu atau pun segelintir orang saja.
Oleh karena itu, kebijakan IPO tidak akan menimbulkan sikap resisten dari masyarakat. Hal yang kontradiktif justru akan terjadi apabila privatisasi dengan kebijakan strategic sale yang dipilih. Masyarakat akan cenderung bersikap lebih resisten terhadap metode tersebut karena adanya beberapa pengalaman yang kurang baik terkait dengannya.
"Belajar dari pengalaman kasus privatisasi yang pernah terjadi, pelepasan melalui strategic sale ternyata lebih banyak menimbulkan masalah dikemudian hari. Sementara yang melalui IPO cenderung lebih tenang," ujarnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008