Di Indonesia, Hendra Lee boleh dibilang "the king of sound system and lighting". Padahal siapa sangka pria berpenampilan sederhana ini tak merampungkan sekolah dasar. Hendra Lee hanya jebolan kelas empat SD. "Saya mulai melirik usaha sound system dan lighting sejak memegang God Bless tahun 1974 sampai 1976," katanya. Suka musik sejak masih bocah, Hendra sempat bergabung kelompok musik Jaguar yang memainkan lagu-lagu Black Sabbath, sebelum kemudian berhenti "ngeband" dan menjadi manajer God Bless. Namun, pekerjaannya bukan hanya mencari order manggung bagi Iyek dan kawan-kawan, tetapi juga menyediakan peralatan yang diperlukan terutama sound system dan lighting. Sulitnya mencari peralatan yang dibutuhkan saat itu memaksa Hendra harus merakit sendiri perangkat lighting dan sound system. Ia pun hanya menggunakan kotak-kotak kayu sederhana dan kekuatan tata suaranya tidak lebih dari 5.000 watt. "Tapi kekuatan segitu sudah paling canggih waktu itu. Kalau God Bless manggung, lampu-lampu lightingnya hanya berkekuatan beberapa ribu watt dan digantungkan di atas panggung," katanya. Meski demikian, pertunjukan God Bless di bawah "tangan dingin" Hendra Lee menjadi yang paling menggelegar pada masa itu. Macan Asia Pasifik Kelahiran 13 Juni 1953, Hendra yang berdarah Tionghoa merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Setelah berhenti sekolah, ia belajar karate hingga mendapatkan sabuk hitam dan kini menjadi instruktur olah raga bela diri asal Jepang tersebut. Namun, belakangan ia lebih merasa cocok bergelut dalam bisnis panggung. Setelah tidak menjadi manajer God Bless, Hendra tidak kembali menjadi rocker. Bos Mata Elang Production ini mengaku terlanjur jatuh cinta pada kesibukan sebagai penyedia perangkat dan peralatan panggung pertunjukan. Usahanya mengembangkan lighting dari rakitan sendiri hingga yang berteknologi tinggi, ternyata berhasil melambungkan namanya sebagai raja di dunia panggung, baik untuk pertunjukan musik maupun non musik. "Banyak yang bilang saya ini raja. Tapi yang terpenting dalam usaha saya adalah kerja keras dan kreativitas" kata pria berjuluk "Asia Pasific Tiger" di dunia panggung pertunjukan ini. Kreativitas Hendra yang paling permanen adalah panggung-panggung berikut tata suara dan tata cahayanya di kawasan Pantai Carnaval Taman Impian Jaya Ancol. Mengaku sangat peduli pada keindahan panggungnya, tahun 1993 ia pun mengimpor lighting berteknologi tinggi dari RRC. Sampai sekarang, peralatannya itu sudah menjadi menu utama kebutuhan pentas acara delapan dari 10 stasiun televisi di Tanah Air. Sampai negeri Kanguru Julukan Asia Pasific Tiger yang disandang Hendra Lee terbukti bukan isapan jempol, ketika ia dipercaya untuk menangani pembuatan panggung berikut tata suara dan tata cahaya pada Olimpiade Sidney tahun 2000. "Saya gembira dipercaya menangani acara besar itu. Untuk mendapatkan ordernya enggak gampang. Saya banyak melobi penyelenggara dan bersaing dengan pengusaha sejenis dari berbagai negara," katanya. Di dalam negeri, jasa Mata Elang Production pun bukan hanya digunakan oleh penyelenggara pertunjukan untuk program televisi atau lainnya, tetapi juga acara kenegaraan. Saat Presiden AS Bill Clinton berkunjung di Jakarta tahun 1994, perlengkapan panggung, sound system dan lighting Hendra Lee pula yang digunakan untuk acara jumpa pers saat itu. Berikutnya, ia juga dipercaya menangani perlengkapan untuk penyelenggaraan Sea Games XIX tahun 1997. Yang terbaru, peralatan Hendra pula yang digunakan pada Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional di Stadion Utama Senayan, belum lama ini. Berapa sih anda dibayar untuk acara tersebut? "Waduh, untuk acara kenegaraan seperti itu saya nggak pasang tarif biasa. Bedalah, itu kan acara sosial, untuk negara pula. Jelek-jelek gini saya masih punya semangat nasionalisme loh," kata ayah dari lima anak itu. Apakah semua yang anda miliki sekarang sudah cukup? "Kalau soal panggung, teknologi terus berkembang dan saya tetap ingin mengikutinya. Apalagi sekarang ini dunia hiburan benar-benar booming," demikian Hendra. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008