Jakarta (ANTARA News) - Aksi unjukrasa menolak kenaikan bahan bakar minyak di Jakarta ternoda oleh aksi pelemparan bom molotov dan penyalahgunaan ganja.Sungguh disayangkan, penyampaian pendapat di muka umum yang dimotori oleh para mahasiswa justru tercoreng oleh ulah segelintir orang.Unjukrasa yang dilindungi dengan undang-undang pun berubah menjadi aksi tindak pidana sehingga memaksa polisi mengambil tindakan tegas; menangkap sejumlah demonstran. Aksi unjukrasa yang telah berlangsung selama dua pekan pun tercoreng. Bom molotov pertama ditemukan justru saat unjukrasa di depan Istana Kepresidenan, Jl Merdeka Selatan pada Rabu (21/5) sekitar pukul 14.30 WIB. Polisi pun bertindak cepat dengan menangkap 10 orang yang berada di sekitar lokasi penemuan bom molotov. Setelah menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, polisi menetapkan Dedi Panca Hasundungan (25), mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai tersangka. Ia pun dijerat dengan UU Darurat No 12 tahun 1951 tentang bahan peledak. "Ada barang bukti bom molotov yang disita," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ketut Untung Yoga Ana. Aksi anarkis mahasiswa pun tidak berhenti, bahkan mulai mengarah pada upaya untuk menyerang polisi. Sekitar pukul 16.00 WIB, polisi menangkap 18 orang yang diduga melawan dan menyerang petugas. "Dari 18 orang itu, tujuh orang menjadi tersangka sedangkan yang lainnya menjadi saksi," kata Yoga Ana. Para tersangka yang kini ditahan di Polda Metro Jaya itu adalah Hadi Susanto (22), Bilal Muhammad (22), Aris Nugrono (19), Eko Kristianto (24), Maximilian Renaldo David (20). Kelimanya adalah mahasiswa Universitas Mercu Buana. Sedangkan dua tersangka lain dari Universitas Mpu Tantular yakni Ishak Arafat Tuan Kota (26). Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni pasal 160 KUHP tentang penghasutan, pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, pasal 212 KUHP tengan melawan petugas dan pasal 214 KUHP tentang secara bersama melawan petugas. Tindakan kepolisian ini terus menambah daftar panjang mahasiswa yang berurusan dengan polisi karena bertindak anarki saat unjukrasa. Pada 20 Mei 2008, belasan mahasiswa Universitas Mercu Buana membajak truk tangki BBM dan memaksa sopir agar mau ke Monas. "Mereka mengancam akan membakar tangki jika sopir tidak mau mengikuti kemauan mahasiswa," kata Yoga Ana. Dari 18 orang itu, 12 mahasiswa dinyatakan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Kendati ancaman hukuman hanya satu tahun penjara namun pasal ini pengecualian sehingga mereka dapat ditahan sehingga Arief Setiadi dan 11 kawan-kawannya pun kini mendekam di ruang tahanan Polda Metro Jaya. Depan Unas Aksi anarki terakhir terjadi di depan kampus Universitas Nasional (Unas) Jakarta Selatan, Sabtu (24/5). Polisi nekad menangkapi para mahasiswa hingga masuk ke dalam kampus sebab para mahasiswa menyerang polisi yang tengah istirahat pada pukul 04.30 WIB. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira mengatakan, ratusan mahasiswa telah terlebih dahulu menyerang polisi sehingga membuat polisi menangkapi para mahasiswa di depan dan dalam kampus Unas. "Ratusan mahasiswa ini melempari polisi dengan batu, botol dan bom molotov padahal polisi sedang istirahat di depan kampus Unas. Bahkan, ada polisi yang tertidur karena kelelahan," katanya. Hujan lemparan benda keras dan bom molotov ini membuat polisi berlindung dengan tameng. "Lemparan baru mahasiswa juga mengenai warung-warung di sekitar lokasi kejadian," kata Abubakar. Untuk menghentikan serangan itu, maka polisi serempak maju untuk menangkap mahasiswa yang berjumlah ratusan itu sebab tindakan itu sudah bukan bagian aksi unjukrasa melainkan tindakan anarkis yang harus ditindak secara hukum. "Sebagian tertangkap di depan kampus sedangkan sebagian kabur ke dalam kampus. Yang ke dalam kampus ya dikejar hingga tertangkap," katanya. Malam harinya sebelum insiden ini, Jumat (23/5), sekitar pukul 20.00 WIB, polisi sempat diserang dengan bom molotov namun aksi ini mereda pada pukul 22.00 WIB. "Antara pukul 22.00 WIB hingga 04.30 WIB, situasi tertib. Mahasiswa masuk ke dalam kampus, polisi di luar. Karena itulah, polisi santai-santai di luar kampus untuk istirahat. Tidak diduga, pagi hari pada pukul 04.30 WIB, polisi diserang ratusan mahasiswa," katanya. Dalam insiden ini, polisi menangkap 166 mahasiswa. Dari jumlah itu, sebanyak 18 mahasiswa atas tuduhan melanggar pasal 160, 170, 212 dan 214 KUHP. Ganja Ketika memeriksa 166 mahasiswa di Polres Metro Jakarta Selatan, polisi pun menemukan indikasi bahwa mereka memiliki dan memakai ganja. Hasilnya, sebanyak 55 mahasiswa positif memakai ganja setelah menjalani tes urine. Dari jumlah itu, satu orang dinyatakan sebagai pengedar dan pemakai, dua orang sebagai pemilik dan pemakai, 13 orang sebagai penyimpan dan pemakai sedangkan 39 orang sebagai pemakai saja, katanya. "Mereka yang menjadi pengedar, memiliki dan menyimpan langsung ditahan sedangkan yang hanya sebagai pemakai tidak ditahan," kata Abu Bakar. Mereka yang hanya menjadi pemakai tetap akan diproses secara hukum dan selama 3 X 24 akan menjalani pemeriksaan intensif, katanya. Dari tersangka Ratman Purnomo yang menjadi pengedar dan pemakai ganja, polisi menyita 37 gram ganja dan uang tunai Rp320 ribu yang merupakan hasil transaksi ganja. Dari Yovi Rostiawan yang menjadi tersangka pemilik dan pemakai ganja, polisi menyita 46 gram ganja. Sedangkan dari tersangka Pungky Susetyo, polisi menyita 0,4 gram ganja dan 170 butir obat penenang merk "sanax". Barang bukti tersangka lain adalah hasil tes urine. Selain dijerat dengan UU No 22 tahun 1997 tentang narkotika, ke 16 orang ini juga dijerat dengan berbagai pasal 160, 170, 212 dan 214 KUHP. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman mengatakan, mereka yang terlibat tindak pidana akan diproses secara hukum. "Saya sendiri tidak mau campur tangan soal proses hukum. Itu kan urusan penyidik," kata Adang. Ia pun menepis kemungkinan akan melepaskan para mahasiswa dari tahanan dan tetap akan diserahkan ke pengadilan. Melihat fakta yang terjadi, Adang Firman agaknya tetap akan bersikukuh untuk tidak akan menghentikan proses hukum sebab aksi unjukrasa telah berubah menjadi anarkis.(*)

Oleh Oleh Santoso
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008