Semangat undang-undang ini bukan membatasi kreativitas, tetapi memfasilitasi..
Jakarta (ANTARA) - Penulis Inggris yang hidup pada abad ke-19, William Pollard pernah menyatakan bahwa tanpa adanya perubahan, maka tidak akan ada inovasi, kreativitas, atau insentif untuk perbaikan ke depannya.
Untuk itu, kata Pollard, siapa saja yang menginisiasikan perubahan akan dapat memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengelola perubahan yang merupakan hal yang tidak terelakkan dalam kehidupan.
Di era disrupsi sosial ini, inovasi dan kreativitas merupakan pilar yang penting bagi pembenahan berbagai aspek kehidupan di tengah masyarakat. Karena itu, tidak heran bila DPR RI dan Pemerintah saat ini juga sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekonomi Kreatif.
Salah satu perubahan yang diwacanakan terkait dengan RUU tersebut antara lain adalah mengenai usulan adanya yang mengurusi sektor ekonomi kreatif (ekraf) dinilai layak untuk dibentuk di daerah dalam rangka meningkatkan kelembagaan ekraf yang independen di berbagai wilayah Nusantara.
Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto menyatakan pihaknya menegaskan akan memperhatikan pemahaman kelembagaan ekraf yang independen di daerah, terutama banyaknya masukan terkait RUU Ekonomi Kreatif yang sedang digodok saat ini.
Menurut dia, sejauh Badan Ekonomi Kreatif berdiri, kegiatannya di daerah bisa dikatakan masih menumpang dengan lembaga-lembaga lainnya.
"Ekonomi kreatif ini diharap segera ada di daerah juga, tidak menempel di dinas lain seperti sekarang ini. Ada yang di dinas pariwisata, di perdagangan, ada di koperasi, ada juga di perindustrian," katanya.
Ia mengutarakan harapannya agar dengan adanya undang-undang ini nanti bisa terjawab semua mengenai kelembagaan dan pendanaan dalam rangka mempercepat pertumbuhan penggerak ekonomi kreatif.
Bukan membatasi
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menyatakan RUU Ekonomi Kreatif bukanlah untuk membatasi kreativitas tetapi untuk mendorong semangat kreativitas anak bangsa untuk terus berinovasi.
"Semangat undang-undang ini bukan membatasi kreativitas, tetapi memfasilitasi. Nah, memfasilitasi apa? Semua yang memungkinkan difasilitasi dan riil," kata Abdul Fikri Faqih.
Fikri tidak menginginkan RUU Ekraf yang sedang dalam pembahasan oleh Komisi X DPR setelah disahkan tidak ada manfaat, sehingga pihaknya juga menampung masukan dari berbagai pihak terkait.
Ia mengungkapkan dalam RUU tersebut harus disebutkan secara eksplisit mengenai standar kompetensi sehingga ekonomi kreatif juga berkembang di tengah masyarakat dengan prinsip.
Politisi PKS itu juga menyebutkan bahwa melalui RUU Ekonomi Kreatif, DPR ingin mendorong pelaku ekraf menjadi maju, sehingga UU Ekonomi Kreatif kelak benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
"Karena ekraf ini adalah penggerak mula dari ekonomi masyarakat," katanya
Sedangkan terkait perizinan, pemerintah dinilai perlu untuk mempermudah proses perizinan dari hak cipta ekraf karena saat ini dinilai salah satu permasalahan yang timbul adalah masih banyaknya pelaku ekraf yang terkendala hak cipta dalam mengembangkan inovasi kreasi mereka.
Anggota Komisi X DPR RI Ayub Khan menyebutkan bahwa hak cipta menjadi poin penting pelaku ekraf terhadap keberlangsungan industri mereka.
"Berkaitan dengan hak cipta ini sudah terakomodir dengan bijak dalam RUU Ekonomi Kreatif. Hal ini kemudian menjadi kemudahan pemerintah pusat dan daerah, termasuk kemudahan dalam hal fiskal. Tujuannya untuk memberikan hak cipta kepada pelaku ekraf," katanya.
Politisi Partai Demokrat itu menambahkan, Komisi X DPR RI menekankan kepada pelaku ekraf dan akademisi untuk ambil bagian dalam proses pembahasan RUU ini.
Ia juga mengemukakan bahwa RUU Ekonomi Kreatif harus didiskusikan oleh berbagai pihak terkait dalam rangka memberikan sosialisasi yang maksimal.
Dukung pendanaan
Selain itu, Pemerintah juga dinilai perlu untuk memperbesar dukungan terhadap pembiayaan ekraf nasional sehingga sektor tersebut juga bisa melesat kinerjanya serta dapat membantu untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
"Perlu dipertegas kembali bahwa dalam hal support, pemerintah juga perlu turun tangan dalam bentuk sokongan pembiayaan dan pendanaan bagi pelaku ekraf," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian.
Menurut dia, aspek pembiayaan sejauh ini kerap menjadi hambatan, maka diperlukan skema-skema khusus yang perlu dikembangkan.
Politisi Partai Golkar tersebut mengemukakan, skema-skema itu bukan saja dari perbankan atau lembaga publik, tapi bisa diciptakan badan layanan publik sendiri.
"Kemudian, hal-hal terkait dengan pemasaran dan pendidikan, bagaimana kita mulai menciptakan embrio-embrio mulai dari pelajar sampai mahasiswa. Namun, setelah diberikan motivasi dan pelatihan, setidaknya tidak akan dilepas begitu saja," paparnya.
Ia juga menyoroti terkait kelembagaan ekonomi kreatif, yang seharusnya dapat tersebar luas di berbagai daerah serta selayaknya ada kejelasan baik kewenangan maupun pengaturan yang tegas dan jelas.
Kemudian, Hetifah juga menginginkan agar ada bentuk-bentuk kebinaan yang selama ini berjalan, termasuk pihak perbankan yang sudah memfasilitasi dan memberikan dukungan.
Ketahanan resesi
Sebelumnya, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menilai Indonesia menjadi salah satu negara yang dapat bertahan di tengah resesi ekonomi yang dihadapi Amerika Serikat.
Menurut Triawan, Indonesia memiliki ketahanan dari segi peningkatan konsumsi produk lokal, seperti fesyen dan kuliner yang menjadi bagian perhatian utama dari sektor ekonomi kreatif.
"Perekonomian kita punya ketahanan dari konsumsi lokal, artinya produk dari ekonomi kreatif seperti fesyen dan kuliner sekarang sudah lebih dibanggakan bagi konsumen kita. Itu berarti sudah bisa mengimbangi neraca perdagangan untuk tidak membeli produk impor," kata Triawan saat ditemui usai menghadiri Sidang Tahunan MPR di Kompleks DPR/MPR RI Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).
Triawan menjelaskan bahwa peningkatan kontribusi ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga menunjukkan tren yang positif dari tahun ke tahun.
Ia menyebutkan kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB pada 2018 tercatat mencapai Rp1.105 triliun dan pada tahun ini ditargetkan bisa meningkat hingga Rp1.200 triliun.
Berdasarkan ekspor ekonomi kreatif dengan nilai 20 miliar dolar AS, subsektor penyumbang pertama adalah fesyen (54,54 persen), kriya (39,01 persen), dan kuliner (6,31 persen).
Ada pun subsektor ekonomi kreatif yang berada di bawah kebijakan Bekraf, yakni bidang aplikasi dan gim developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fesyen, film, animasi dan video, fotografi, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, serta tv dan radio
Tokoh nasional sekaligus putri almarhum Presiden Keempat Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yakni Yenny Wahid menilai Indonesia semestinya fokus pada ekonomi kreatif untuk memperbesar kue ekonomi.
"Dengan menggunakan ekonomi kreatif, itu akan memperbesar kue ekonomi kita, dengan memberikan fokus khusus pada bidang ekonomi kreatif," ujar Yenny Wahid di Jakarta, Jumat (16/8).
Diharapkan dengan RUU Ekonomi Kreatif ini ke depannya juga akan memperbesar kue ekonomi nasional tetapi juga bisa melesatkan inovasi berbagai anak bangsa yang semakin diakui oleh mancanegara guna meningkatkan daya saing global.
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019