Bandarlampung (ANTARA News) - Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Bandarlampung, menyatakan akan terus memproses secara hukum para aktivis yang kedapatan membakar poster Presiden dan Wapres RI, saat berdemo menuntut pembatalan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Sabtu (24/5) lalu. Informasi diperoleh ANTARA Lampung dari Poltabes di Bandarlampung, Rabu, menyebutkan, sedikitnya empat orang aktivis yang diindikasikan melakukan aksi demo dengan membakar poster SBY-JK itu yang akan diproses lebih lanjut. "Kami memiliki bukti-bukti apa yang mereka lakukan saat demo itu, termasuk membakar poster Presiden dan Wapres," kata Kasatreskrim Poltabes Bandarlampung, AKP Namora L Simanjuntak pula. Dia menyatakan, akan berupaya untuk memanggil para aktivis itu, sehingga proses hukum selanjutnya semuanya bisa berjalan sebagaimana mestinya. Aksi penolakan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM di Lampung, disikapi protes dan unjuk rasa oleh berbagai elemen kritis, termasuk Front Rakyat Menggugat (FRM) di depan Kampus Universitas Bandarlampung (UBL) pada Sabtu (24/5) lalu. Dalam aksi itu, puluhan aktivis FRM antara lain sempat menyandera mobil tangki Pertamina yang lewat, membakar ban bekas, dan membakar pula poster Presiden dan Wapres. Menanggapi kemungkinan akan diteruskan melalui proses hukum atas aksi itu, salah satu elemen aktivis dari Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK) Bandarlampung, menyatakan siap untuk bersikap akomodatif atas upaya pihak kepolisian itu. "Sejak awal kami siap bersikap akomodatif dan siap hadir kalau ada kawan-kawan kami yang berdemo saat itu harus dipanggil polisi, karena dinilai melakukan pelanggaran hukum," ujar Eko Susanto, Koordinator SRMK, salah satu elemen FRM yang berdemo saat itu. Namun menurut dia, hingga saat ini belum menerima panggilan resmi tertulis dari Poltabes Bandarlampung itu. "Kami justru tahu dari berita di koran bahwa ada empat orang dari kami yang berdemo saat itu, kini dicari polisi dan telah ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang/DPO, red), padahal kami sama sekali tidak tahu karena memang belum ada panggilan dari Poltabes itu," ujar Eko pula. Aksi penentangan terus jalan Menurut dia, aksi yang dilakukan adalah murni untuk menyuarakan aspirasi mereka sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang menentang kebijakan pemerintah, karena menilai kebijakan itu akan berdampak menyusahkan rakyat banyak. "Kami prinsipnya siap menerima apapun risikonya, termasuk kalau hendak dilakukan proses hukum terhadap kawan-kawan kami itu, untuk memberikan penjelasan atas aksi tersebut yang diminta kepolisian," kata dia pula. Hingga kini aksi menentang kebijakan kenaikan harga BBM di Lampung masih terus dijalankan para mahasiswa dan aktivis maupun elemen masyarakat lainnya. Mogok makan Bersamaan kedatangan Wakil Presiden HM Jusuf Kalla di Bandarlampung, Selasa (27/5), sejumlah elemen kritis, diantaranya Front Perjuangan Rakyat (FPR) dan Aliansi BEM Lampung (ABL), berdemo di depan Kampus Universitas Lampung (Unila), mendekati ruas jalan yang akan dilalui rombongan Wapres. Di dalam Kampus Unila, sebanyak tujuh aktivis Front Rakyat Menggugat (FRM) juga menuntut pembatalan kenaikan harga BBM, dengan aksi mogok makan yang dilakukan sejak Senin (26/5) siang. Hingga Rabu, masih lima aktivis FRM melanjutkan aksi mogok makan itu, sedangkan dua mahasiswa lainnya telah mundur karena kondisi fisiknya lemah, satu diantaranya harus dirawat di RSU Daerah dr H Abdul Moeloek (RSUDAM) Bandarlampung.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008