Singapura (ANTARA News) - Harga minyak tergelincir dari rekor tertinggi, Rabu, karena aksi ambil untung setelah beredar data baru mengenai melambannya ekonomi AS yang dikhawatirkan akan menurunkan permintaan minyak, kata kalangan dealer.Pada perdagangan pagi di Asia, kontrak utama minyak jenis ringan di New York untuk pengiriman Juli turun lima sen menjadi 128,80 dolar AS per barel. Kontrak patokan itu ditutup pada 128,85 dolar, Selasa, turun 3,34 dolar dari harga penutupan pada Jumat, hari terakhir perdagangan sebelum liburan di AS, Senin. Di London, minyak Laut Utara Brent untuk pengiriman Juli turun 12 sen menjadi 128,19 dolar per barel, setelah bertahan 4,06 dolar lebih rendah di 128,31 dolar pada Selasa. Penurunan harga muncul setelah Brent terhenti di 135,14 dolar dan minyak mentah New York mencapai rekor 135,09 dolar, Selasa, karena kekhawatiran mengenai ketatnya pasokan dan menguatnya permintaan. "Kalangan pedagang mengambil untunga setelah pekan lalu melakukan reli yang sangat kuat atas sejumlah faktor penurunan dan membuat koreksi," kata Victor Shum, analis di Purvin dan Gertz, konsultan energi yang berbasis di Singapura. Shum mengatakan laporan yang mengindikasikan menurunnya kepercayaan konsumen AS, terkait dengan komentar dari Dana Moneter Internasional bahwa harga minyak tidak dapat naik lagi tanpa adanya resesi, mendapat reaksi di pasar. Kepercayaan konsumen AS, Mei, merosot ketitik terendah selama 16 tahun karena pergulatan ekonomi mencari momentum dan melonjaknya harga minyak yang mendorong ekspektasi inflasi ke tingkat tertinggi, menurut perusahaan penelitian, The Conference Board. Dikatakan bahwa indeks kepercayaan konsumen yang cenderung turun untuk beberapa bulan, turun menjadi 57,2 dari 62,8 pada April. Kebanyakan analis memperkirakan hanya sampai 61. Perekonomian AS -- konsumen minyak terbesar dunia -- diperkirakan hanya tumbuh 0,6 peren selama dua kuartal lalu dan didorong oleh rontoknya penjualan rumah, kredit yang ketat, dan harga minyak yang tinggi. Harga minyak pada Selasa awalnya naik karena didorong merebaknya aksi kekerasan di negara utama pengekspor minyak di Afrika, Nigeria, tetapi kenaikan itu dengan cepat terhenti karena laporan melemahnya perekonomian AS, demikian AFP.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008