Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy menyebut keberadaan personel TNI-Polri dalam operasi keamanan menghambat pelayanan publik di Kabupaten Nduga dan menyebabkan pengungsi enggan kembali ke daerah asal.
"Iya (menghambat) karena sekarang ya, pengungsi yang saya wawancara itu mereka mau kembali bagaimana, sekolah tidak ada jaminan, puskesmas tidak ada jaminan, dan sebagian dikuasai TNI," ujar Suaedy yang baru kembali dari Jayawijaya untuk pemantauan pelayanan publik pengungsi Nduga di Jakarta, Kamis.
Ia menegaskan bukan berarti TNI-Polri tidak dibutuhkan sama sekali, tetapi pendekatan penyelesaian masalah dengan cara pandang keamanan tidak dapat diterapkan di Papua.
Pendekatan yang sebaiknya digunakan melalui kepala adat, tokoh agama atau tokoh masyarakat, sementara TNI-Polri sebaiknya berada ada di belakang.
Semestinya, menurut Suaedy, pemerintah melakukan komunikasi agar TNI meyakinkan ketua adat dan tokoh gereja selalu menjamin keamanan dengan saling pengertian, bukan mendominasi warga.
"Menurut kami ya, harus ada jaminan pelayanan publik. Kalau masih seperti sekarang, sekolah, puskesmas, gereja kosong. Kalau guru, tenaga kesehatan, pastur bersama kembali, pembangunan fasilitas dan perbaikan saya yakin akan lebih cepat," tutur dia.
Masyarakat Papua yang diwakili oleh Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga, Papua, telah meminta pemerintah untuk menarik pasukan TNI dan Polri dari Kabupaten Nduga karena operasi keamanan yang dilaporkan telah mengakibatkan lebih banyak korban kemanusiaan.
Laporan tim itu menyebut operasi keamanan di Kabupaten Nduga telah mengakibatkan banyak korban kekerasan dan masyarakat Nduga pun sampai harus mengungsi ke kabupaten lain, termasuk di hutan.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019