Karimun, Kepri (ANTARA News) - Sistem rekrutmen yang tak sesuai prosedur menjadi biang prilaku korup, tidak sedikit pejabat penyelenggara pemerintah melaksanakan perekrutan hanya berdasarkan kedekatan bukan berdasarkan kemampuan.Hal itu diucapkan Kader PDIP DPC Karimun, Trio Wiramon dalam acara Workshop Meningkatkan Peran dan Fungsi DPRD Karimun yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung DPRD Karimun, Senin."Perekrutan dengan sistem nepotisme menumbuhkan prilaku korup disebabkan kedekatan dengan puncak kekuasaan, sehingga tidak berlaku lagi penghargaan dan sanksi," ucapnya.Kebisaan prilaku koruptif terus berlangsung tanpa bisa dihentikan karena kedekatan dengan pucuk kekuasaan tadi.Hal utama Untuk pemberantasan korupsi ialah secepatnya dilakukan pembenahan sistem rekrutmen tersebut. Penasehat KPK, Surya Hadi Julianto mengakui nepotisme memang biang prilaku korup penyelenggara pemerintahan Selain perlu perbaikan sistem rekrutmen, juga sanksi hukum yang tegas sebagai terapi, ucapnya. Dalam kesempatan itu dia mengajak masyarakat agar turut memusuhi korupsi. "Korupsi sudah masuk hampir di seluruh lini, untuk pemberantasan tidak mungkin hanya bisa dilakukan oleh satu lembaga saja," ujarnya. Ditanya alasan KPK memilih DPRD sebagai tempat workshop ia mengatakan tujuannya untuk meningkatkan kemampuan DPRD sendiri dalam melakukan pengawasan penggunaan anggaran. Selain itu berdasarkan persepsi masyarakat legislatif merupakan salah satu lembaga negara yang terkorup, ia mengatakan. Hanya miliki 30 penyidik Seringnya KPK memilih penyidikan kasus korupsi dan belum optimalnya kinerja KPK tidak terlepas minimnya tenaga penyidik yang dimiliki. "Saat ini kami hanya memiliki 30 penyidik," ucapnya. Disebabkan minimnya jumlah penyidik, kasus korupsi yang menjadi bidikan KPK adalah korupsi kakap. "Maksudnya melibatkan orang level tinggi atau yang memiliki pengaruh, terkait aspek strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan nilai uang yang besar," jelasnya. Pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara represif dan preventif. Agar kepala daerah tidak tergelincir tindak pidana korupsi, maka Badan Pengawas Daerah (Bawasda) harus mampu menjalankan perannya menjadi `istri` yang baik bagi kepala daerah. Dia mengakui kesulitan Bawasda mengingatkan kepala daerah karena eselonnya lebih rendah, namun selaku istri yang baik harus bisa mengingatkan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008