Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AMerika Serikat (AS) di pasar spot antar-bank Jakarta pada Senin sore turun 20 poin menjadi Rp9.345/9.350 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp9.325/9.340, karena kekhawatiran pelaku atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Analis Valas PT Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, di Jakarta, mengatakan bahwa pelaku membeli dolar AS, karena khawatir kenaikan harga BBM sebesar 28,7 persen akan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Faktor utama makin melambatnya pertumbuhan ekonomi adalah pengurangan tenaga kerja yang pada gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat, katanya. Menurut dia, merosotnya rupiah diperkirakan tidak akan bisa mencapai angka Rp9.400 per dolar AS, karena Bank Indonesia (BI) dalam waktu dekat akan masuk pasar untuk mengantisipasi tekanan negatif tersebut. BI kemungkinan akan melepas cadangan devisa yang terus meningkat hingga mencapai 84,4 miliar dolar AS, akibat kenaikan harga komoditas di pasar ekspor, ucapnya. Naiknya harga BBM, lanjut dia, terutama disebabkan harga minyak mentah dunia yang terus menguat hingga sempat mencapai 135 dolar AS per barel (saat ini 132 dolar AS) yang disebabkan antara lain situasi di Nigeria dan badai yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Kenaikan harga minyak mentah dunia itu memang memberikan dampak negatif terhadap pasar global. Jadi semua negara hampir terkena, kecuali kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi yang kebanjiran dolar, katanya. Rupiah, lanjut dia, memang aneh lantaran dolar AS di pasar global melemah, namun rupiah tidak mampu bergerak naik, bahkan terpuruk. Pelaku pasar cenderung membeli dolar AS ketimbang rupiah untuk memenuhi kebutuhaannya membeli minyak mentah, ucapnya. BI, lanjut dia, diperkirakan akan menaikan BI Rate yang terpicu oleh tingginya laju inflasi 2008 pasca-kenaikan harga BBM. Apabila BI Rate naik dalam waktu beberapa bulan ke depan, maka perbankan juga akan menaikkan suku bunga kreditnya, ujarnya. "Kami optimis suku bunga perbankan akan mengalami kenaikan apabila BI Rate naik sampai 8,5 persen, ucapnya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008