Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2008 sebesar 6,0 persen, sesuai dengan proyeksi Departemen Keuangan, padahal APBN Perubahan 2008 menyebutkan angka 6,4 persen. "Proyeksi kita hingga kini masih 6,0 persen, tapi proyeksi ini masih memiliki `margin error`, bisa naik turun," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Joachim von Amsberg, di Jakarta, Senin. Namun, tambahnya, Indonesia masih menjadi negara yang mengagumkan karena masih memiliki proyeksi yang positif dan stabil pada rentang 6,0 persen, meskipun ekonomi AS berada pada situasi yang paling sulit. Dijelaskannya, Indonesia memiliki dua keuntungan besar yang menyelamatkan Indonesia dari situasi multikrisis global, yaitu krisis harga minyak, krisis pangan, dan krisis finansial. "Ekonomi makro, baik di sisi fiskal dan moneter terkelola dengan baik, sehingga cukup menciptakan keyakinan pasar," katanya. Selain itu, tambahnya, masih ada keuntungan sumber daya alam yang berpotensi menempatkan Indonesia sebagai "penangguk" keuntungan terbesar dari situasi global saat ini. "Yang jadi pertanyaan sesungguhnya sekarang adalah bagaimana Indonesia memanfaatkan surplus penerimaan dari tingginya harga minyak dunia," katanya. Keputusan untuk mengalokasikan surplus penerimaan tersebut untuk kepentingan konsumen atau kepentingan masyarakat dalam jangka panjang melalui investasi, jelasnya, merupakan bagian dari hasil diskusi pemerintah, parlemen, dan masyarakat umum lainnya. Investasi yang diharapkan Bank Dunia, jelasnya, tentu saja investasi yang terkait dengan program prioritas pemerintah, yaitu infrastruktur dan pelayanan sosial. "Kami akan senang hati membantu dengan memberikan pembiayaan yang bersifat `low cost` untuk program seperti itu," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008