Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri mengatakan informasi pemberitaan yang dimuat media soal adanya intervensi Jaksa Agung Prasetyo dalam penanganan perkara yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjen (Purnawirawan) Bandjela Paliudju adalah tidak benar.
Melalui siaran pers, Rabu, Mukri menjelaskan bahwa posisi sebagai pimpinan Korps Adhyaksa, Jaksa Agung berhak menanyakan perkembangan penanganan perkara yang ditangani oleh jajarannya.
"Itu merupakan hal yang biasa dan berlaku bagi seluruh kepala kejaksaan tinggi. Apalagi, jika perkara yang ditangani menarik perhatian publik," kata Mukri.
Sebelumnya, mantan Kajati Sulteng Johanis Tanak dalam sesi wawancara dan uji publik Capim KPK di Kemensetneg, Jakarta, Rabu, membeberkan informasi adanya campur tangan Jaksa Agung.
Baca juga: Capim KPK Johanis Tanak cerita dipanggil Jaksa Agung terkait perkara
Johanis yang saat ini bertugas sebagai Direktur Tata Usaha Negara Kejagung mengaku pernah dipanggil Jaksa Agung untuk dikonfirmasi mengenai perkara tersebut.
Kapuspenkum Mukri menegaskan bahwa pemanggilan itu bukan berarti Jaksa Agung mengintervensi kasus.
"Kalau pimpinan menanyakan penanganan perkara kepada bawahannya, itu bukan berarti intervensi, apalagi dikait-kaitkan dengan partai. Itu tidak benar. Kenyataannya justru Jaksa Agung memerintahkan untuk menindaklanjuti perkara tersebut dan agar penanganan perkara tersebut secara proporsional, profesional, dan objektif. Bahkan, Jaksa Agung menyerahkan sepenuhnya kewenangan penahanan kepada penyidik," katanya.
Dalam perkara korupsi dana operasional Gubernur Sulteng pada tahun 2006 s.d. 2011 dan TPPU, Bandjela dituntut 9 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca juga: Capim KPK Johanis Tanak dukung revisi UU KPK
Ia juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp7,78 miliar subsider 4 tahun penjara.
Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Palu justru memutus bebas.
Jaksa penuntut umum (JPU) selanjutnya mengajukan kasasi dan akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan Nomor : 1702K / Pid.Sus / 2016 tanggal 17 April 2017 dengan vonis penjara 7 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti Rp7,78 miliar subsider 3 tahun penjara.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019