Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Nurul Ghufron yang melamar sebagai calon pimpinan KPK dicecar soal kelalaiannya menyerahkan LHKPN sebagai penyelenggara negara, penggunaan fasilitas dinas untuk keperluan pribadi, hingga plagiarisme.
"Apa Bapak suka menggunakan fasilitas dinas untuk keperluan pribadi?" tanya anggota Panitia Seleksi Diani Sadia Wati di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu.
"Fasilitas dinas yang disediakan oleh negara kepada kami sebagai dekan adalah mobil dinas Toyota, kebetulan mobil dinas kami itu yang saya pakai Senin sampai Sabtu, karena hari Sabtu ada Pascasarjana. Seluruhnya kami menggunakan mobil pribadi, saya sendiri punya mobil pribadi, istri saya punya mobil pribadi karena kami sama-sama dosen," jawab Nurul.
Baca juga: Jasman klarifikasi soal tuduhan terima uang terkait perkara DL Sitorus
Nurul menyampaikan hal itu saat mengikuti uji publik seleksi capim KPK 2019 s.d. 2023 pada tanggal 27 hingga 29 Agustus 2019. Uji publik itu diikuti 20 capim sehingga setiap hari Pansel KPK melakukan wawancara terhadap tujuh orang capim yang dilakukan bergantian selama 1 jam.
"Berarti laporan yang mengatakan bahwa Anda menggunakan fasilitas negara itu tidak benar?" tanya Diani.
"Tidak, jadi bisa juga dicek per hari ini apakah mobil ada di rumah atau tidak," jawab Nurul.
"Apakah Bapak pernah merasa didemo oleh mahasiswa Bapak?" tanya Diani.
"Sejauh ini belum pernah ada demo berkaitan dengan penggunaan fasilitas dinas yang kami gunakan," jawab Nurul.
"Dalam konteks kepatuhan membayar pajak, Bapak baru membayarkan pajak terakhir tahun 2015, bisa dijelaskan?" tanya Diani lagi.
Baca juga: Abraham Samad minta Presiden Jokowi tak loloskan capim KPK bermasalah
Berkaitan dengan LHKPN per tahun 2019, Nurul mengatakan bahwa dirinya sudah melaporkan sebelum 31 Maret. Namun, karena anak pertamanya sudah mulai dewasa ada kekurangan surat kuasa untuk memeriksa rekening miliknya.
"Itu yang saya belum teliti karena sebelumnya tidak ada surat kuasa hanya kekurangan surat kuasa hukum rekening anak saya. Akan tetapi, sudah disampaikan karena suratnya sekitar awal Agustus dan kami sudah memenuhi surat kuasa untuk anak saya yang pertama," ungkap.
"Jadi, sudah menyampaikan LHKPN ke KPK?" tanya Diani.
"Sudah, sudah 2 tahun, bahkan sejak 2016," jawab Nurul.
"Tapi yang 2018 belum?" tanya Diani.
"Sampai 2018 pun yang ketika Maret kami sudah laporkan," jawab Nurul.
"Tapi di catatan ini baru melampirkan terakhir Desember 2017?" tanya Diani.
"Nanti bisa dicek email saya," jawab Nurul.
Baca juga: Capim KPK Nawawi rela melepas jabatan hakim
"Bapak pernah rawat inap dengan diagnosis vertigo level 2, padahal dengan tugas fungsi KPK yang kita tahu sekarang ini kondisinya seperti apa, sanggup enggak Bapak?" tanya Diani.
"Itu pada tahun 2012 saat saya mengerjakan disertasi. Setelah itu, kami tidak pernah kena lagi," jawab Nurul.
"Anda melakukan plagiarisme?" tanya Diani.
"Tidak pernah sampai sekarang tidak ada," jawab Nurul.
Secara bergantian, anggota Pansel Harkristuti Harkrisnowo pun bertanya pertanyaan mengenai pribadi Nurul.
"Anda rajin sekali menulis tetapi di (koran) Sindo, ya?" tanya Harkristuti.
"Tidak hanya di Sindo, ada juga di Republika," jawab Nurul.
"Tapi bukan di jurnal, ya?" tanya Harkristuti.
Baca juga: Capim KPK Neneng ingin menjadikan KPK berkelas dunia
"Baru dua," jawab Nurul.
"Berhubungan dengan korupsi, selain jadi saksi ahli, aktivitas Anda apa?" tanya Harkristuti.
"Saya fokus sebagai dosen dan dekan," jawab Nurul.
"Sebagai lawyer?" tanya Harkristuti.
"Hanya 2 tahun," jawab Nurul.
"Tapi masih mencantumkan sebagai praktisi hukum di satu law firm, ya?" tanya Harkristuti.
"Hanya dicantumkan sebagai tenaga ahli," jawab Nurul.
Baca juga: Capim KPK Nawawi nilai lucu pegawai KPK gugat keputusan pimpinan
"Tapi 'kan Anda ASN, tidak boleh, loh, ASN (aparatur sipil negara) tidak boleh sebagai konsultan atau tenaga ahli," kata Harkristuti.
"Saya tidak litigasi, hanya tenaga ahli, konsultan," jawab Nurul.
"Iya, sama saja, saya kasih tahu saja dahulu sebelum Anda dipanggil KPK," kata Harkristuti.
"Hanya dicantumkan saja belum diperbaiki," jawab Nurul.
Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek, dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis, yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019