"OTT ini istilah baru di wilayah penegakan hukum, dalam terminologi hukum tertangkap tangan, istilah operasi tertangkap tangan itu bukan operasi. Tertangkap tangan, ya, tertangkap tangan. Akan tetapi, sekarang barang di mana orang di mana, itu bukan tertangkap tangan. Makanya, mereka (KPK) bilang OTT tertangkap tangan, padahal seperti mengintip," kata Jasman di Gedung Sekretariat Negara Jakarta, Rabu.
Jasman menyampaikan hal tersebut dalam uji publik seleksi capim KPK 2019 s.d. 2023 pada tanggal 27 hingga 29 Agustus 2019. Uji publik ini diikuti 20 capim. Setiap hari, Pansel KPK melakukan wawancara terhadap tujuh orang capim yang dilakukan bergantian selama 1 jam.
"Lo, tangkap tangan itu harusnya bukan mengintip, ini seperti menaruh uang di tembok, lalu saya siapkan alat intip uang di tembok, penegakan hukum utamanya menyelamatkan keuangan negara," tegas Jasman.
Baca juga: Jasman pilih jadi capim KPK dibanding Komisi Kejaksaan
Ditegaskan pula bahwa OTT diperbolehkan. Akan tetapi, karena tertangkap tangan, bukan hasil operasi.
"Kelemahan OTT itu pengembalian ke negara kecil, padahal sebelum uang suap ini ada yang dirugikan, dari mana uang suapnya? Itu kelemahan OTT, jangan mengadalkan OTT. OTT 'kan seperti mengintip-ngintip, padahal penegakan hukum bukan mengintip, ada perbuatannya, kita tahu mens rea itu," ungkap Jasman.
Meski OTT disebut hanya mengintip, KPK menurut Jasman hampir selalu memenangi kasus di pengadilan.
"Memang yang membedakan KPK dan kejaksaan itu manajemen hasil. Kalau dari KPK, menuntut pasti masuk. Kalau dari kejaksaan, bisa bebas. Apakah ini ketakutan siapa kepada siapa? Akan tetapi, yang dituntut KPK pasti masuk, padahal di kejaksaan tidak," ungkap Jasman.
"Ada pendapat yang mengatakan bahwa jaksa KPK lebih berintegritas dalam menyusun dakwaan daripada jaksa Kejaksaan Agung?" tanya anggota Pansel Marcus Priyo.
"Dari segi kualitas tidak ada bedanya, saya punya penyidik andal saat menjadi Direktur Penyidkan Kejaksaan Agung. Akan tetapi, masalah integritas lebih personal, pribadi seseorang. Namun, karena sama-sama jaksa KPK dan kejaksaan lulusan Badiklat Ragunan sesungguhnya dasarnya sama," tambah Jasman.
Baca juga: Jasman banggakan keberhasilan PK oleh jaksa
Jasman pun menilai bila dia menjadi pimpinan KPK, tidak akan menjadikan KPK sebagai pemadam kebakaran yang baru datang saat sudah terjadi korupsi.
"KPK harus dari awal sebelum terjadi, jangan setelah terjadi tangkap tangan kalau mau membuat bangsa ini antikorupsi. Seharusnya KPK bisa menyupervisi kejaksaan. Kelihatannya saat ini jalan sendiri-sendiri karena egosektoral," ungkap Jasman.
"Jadi, bagaimana cara membuang egosektoral?" tanya panelis Meutia Ghani-Rochman.
"Berwawasan keilmuwan dan religius, Tuhan mohon tuntunan-Mu, saya pribadi mohon tuntunan Tuhan," kata Jasman.
Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek, dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis, yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Baca juga: KPK identifikasi data kepatuhan LHKPN 20 capim
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019