Darwin, (ANTARA News) - Australia, Sabtu, memulangkan 50 nelayan Indonesia ke Kupang, NTT. "Pemulangan mereka dilakukan dalam dua tahap. Pada Sabtu pagi sekitar pukul 09.00, diberangkatkan 25 orang dan pada pukul 15.00 (waktu Darwin) diberangkatkan lagi 25 orang," kata Sekretaris III/Pensosbud Konsulat RI Darwin, Wahono Yulianto. Para nelayan itu merupakan sebagian awak dari 24 kapal ikan Indonesia yang ditangkap kapal-kapal patroli Australia April lalu. Pemulangan mereka dilakukan pemerintah Australia dengan pesawat sewa, katanya. Otoritas imigrasi Australia 17 Mei lalu juga sudah memulangkan 43 nelayan Indonesia setelah penyelidikan pemerintah Australia sendiri membuktikan mereka tidak bersalah. "Pada 17 Mei pagi, dipulangkan pula 13 orang nelayan kita yang masuk kategori reguler (nelayan yang dinyatakan bersalah oleh Australia)," kata Wahono. Sepanjang April lalu, Konsulat RI Darwin mencatat setidaknya ada 253 nelayan Indonesia yang ditahan di Pusat Penahanan Darwin. Sebagian besar adalah para nelayan asal Sulawesi Selatan, seperti Pulau Buton. Mereka merupakan awak dari 33 kapal ikan yang ditangkap otoritas Australia bulan lalu. Terkait perihal penangkapan kapal-kapal ikan Indonesia itu, Konsul RI Darwin Harbangan Napitupulu mengutip pengakuan banyak nelayan mengatakan, mereka ditangkap saat masih berada di dalam jurisdiksi perairan Indonesia. Bahkan pada 14 Mei lalu, lebih dari 200 nelayan Indonesia yang sedang ditahan di Pusat Pehananan Darwin, menggelar protes atas tindakan otoritas Australia yang mereka tuding telah menangkap kapal-kapal ikan mereka di dalam perairan Indonesia. Sehari setelah aksi protes di Pusat Penahanan Darwin itu, Menteri Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Australia, Tony Burke, mengatakan kepada parlemen negara itu bahwa sebanyak 55 nelayan Indonesia yang ditahan di Pusat Penahanan Darwin terbukti tidak melanggar kedaulatan perairan Australia. Para nelayan itu diberikan kompensasi atas kapal-kapal mereka yang dihancurkan aparat Australia pada saat penangkapan, kata Burke. Dubes RI untuk Australia dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb, menyambut sikap pemerintah federal Australia yang mengakui bahwa sembilan dari 33 kapal nelayan Indonesia tidak bersalah dan akan mendapat ganti rugi. "Buat saya, ini adalah sikap yang sangat baik. Kedekatan kita (sebagai dua negara bertetangga) memang memerlukan suatu kontak yang lebih baik," katanya di sela kunjungan kerjanya di Darwin. Dubes Thayeb mengakui bahwa ia bertemu Menteri Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Australia Tony Burke, sebelum Burke menyampaikan kepada parlemen negaranya pertengahan Mei lalu bahwa sebanyak 55 orang nelayan Indonesia terbukti tidak melanggar kedaulatan perairan Australia. Sikap Australia yang lebih terbuka ini menandakan hubungan kedua negara sudah semakin baik dan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada secara baik. Berdasarkan MoU Box 1974, para nelayan tradisional Indonesia masih memiliki akses penangkapan di zona khusus sebagaimana tertera dalam peta yang disepakati ke dua negara. Kawasan yang diperbolehkan Australia bagi para nelayan tradisional Indonesia adalah Kepulauan Karang Scott, Seringapatam, Pulau Browse, Kepulauan Karang Ashmore, Pulau Cartier dan perairan di sekitarnya.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008