Jika masih mengandalkan batu bara seperti di Jakarta, maka jangan harap ibu kota baru akan bebas polusi udara

Balikpapan (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan konsep ibu kota baru di Kalimantan Timur sekaligus ingin memperbaiki kondisi lingkungan.

Siti dalam keterangan tertulis yang diterima di Balikpapan, Rabu, mengatakan pembangunan ibu kota baru ini diharapkan tidak menimbulkan kekhawatiran apalagi skeptik terhadap persoalan kawasan Tahura Bukit Soeharto, karena justru langkahnya adalah untuk memperbaiki kawasan tersebut dengan adanya pemindahan ibu kota.

Baca juga: KLHK segera kaji lingkungan lahan ibu kota baru


Sebelumnya Presiden mengarahkan, pemindahan ibu kota juga sekaligus memperbaiki kawasan Tahura Bukit Soeharto.

Salah satu masalah terbesar Kalimantan Timur adalah banyaknya lubang-lubang bekas tambang. "Sehingga dengan rencana pemindahan ibu kota ini dapat menjadi salah satu jalan penyelesaian masalah. Jadi secara positif hal ini bisa dilakukan,” ujar dia.

Ia mengatakan Kalimantan Timur memang memiliki ekosistem yang unik. Kementerian LHK juga telah melakukan deteksi terhadap ekosistem-ekosistem ini dan akan melakukan tindakan untuk menjaga ekosistem secara berkesinambungan.

Konsep Ibu Kota ala Presiden, menurut Siti, adalah sebuah konsep yang sekaligus bertujuan memperbaiki lingkungan.

Presiden Joko Widodo telah mengumumkan keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, di daerah yang akan mencakup sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Baca juga: KLHK: Pemindahan ibu kota targetkan perbaiki Tahura Bukit Soeharto


Berbagai reaksi bermunculan di masyarakat, tidak terkecuali dari organisasi lingkungan.

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan memiliki beberapa kekhawatiran terkait keputusan ini, karena akan membutuhkan konversi hutan dan lahan untuk pembangunan kota, yang tentunya akan berdampak pada lingkungan.

Rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur jika tidak menjadikan perlindungan lingkungan sebagai pertimbangan utama, dikhawatirkan hanya akan menciptakan berbagai masalah lingkungan di ibu kota baru nanti, seperti yang terjadi di Jakarta saat ini.

“Kita bisa lihat fakta bahwa polusi udara di Jakarta selain berasal dari sektor transportasi, juga bersumber dari banyaknya PLTU batu bara yang ada di sekeliling Jakarta. Jika nanti sumber energi ibu kota baru masih mengandalkan batu bara seperti saat ini di Jakarta, maka jangan harap ibu kota baru akan bebas dari polusi udara,” lanjutnya.

Apalagi jika pemerintah tetap membangun PLTU-PLTU batu bara mulut tambang, seperti yang direncanakan saat ini di beberapa lokasi di Kalimantan Timur.

Rencana pembangunan pembangkit-pembangkit listrik tersebut harus dihentikan, karena bertentangan dengan konsep smart, green city untuk ibu kota baru tersebut di mana sumber energi kota seharusnya dari energi terbarukan.

Keberadaan tambang-tambang batu bara tersebut tidak hanya akan menghasilkan polusi udara, tapi juga berbagai bencana lingkungan lain seperti banjir dan kekeringan, seperti yang sudah terjadi di Samarinda, salah satu kota terdekat dengan wilayah ibu kota baru ini, kata Leonard.


Baca juga: Ibu kota baru diproyeksikan kota cerdas berstandar internasional

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019