Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina hingga saat ini rata-rata baru dapat memenuhi 60 persen dari kuota setiap Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), sehingga membuat nelayan kesulitan mendapatkan bahan bakar, kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi."Kita coba bahas lebih lanjut masalah pemenuhan kuota ini, karena dari kapasitas terpasang SPDN kadang-kadang Pertamina hanya penuhi 60 persennya saja," ujarnya di Jakarta, Jumat. Freddy mengatakan, akibat dari tidak dipenuhinya kuota SPDN itu banyak nelayan yang tidak dapat mengisi penuh solar untuk kapalnya. Nelayan mencoba memenuhi kebutuhannya dengan membeli solar menggunakan jerigen, namun sayang nelayan ditahan karena dianggap melanggar. Untuk kasus tersebut, dia mengatakan, DKP akan mencoba mencari solusinya. Salah satu cara dengan membuat payung hukum agar nelayan yang memiliki kartu anggota dari salah satu asosiasi kelautan dan perikanan dapat membeli BBM dengan menggunakan jerigen. "Kita sudah bilang ke HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) untuk keluarkan kartu anggota, kita kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah agar membuat edaran ke Pertamina, bila perlu dengan payung hukum Kepmen nanti, sehingga dengan kartu mereka bisa beli BBM menggunakan jerigen dengan jaminan dari kartu anggota tadi," ujarnya. Saat ini kebutuhan solar untuk sektor kelautan dan perikanan mencapai 2.331.600 kilo liter. Jika pemerintah menaikan harga BBM 28,7 persen maka asumsi harga BBM jenis solar mencapai Rp5.530 per liter, sehingga kebutuhan solar mencapai Rp12,89 triliun. "Permintaan kebutuhan BBM untuk sektor kelautan dan perikanan sudah dikirim ke Menteri ESDM. ESDM yang akan mengatur pembagian BBM bersubsidi tersebut," kata Freddy. Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Sudirman Saad mengatakan, DKP sendiri telah melalui Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) telah mengirim surat kepada Dirut PT Pertamina (Persero) meminta agar pihaknya mau memenuhi kuota yang telah disepakati sebelumnya dalam kontak setiap SPDN. "Yang jelas dalam kontrak SPDN dengan Pertamina seharusnya pasokan hasus sesuai dengan DO (delivery order), tapi realisasi tidak ada. Harus ditanya ke Pertamina apa alasannya sampai DO tidak disuplai," ujar dia. Dia mengatakan dari 225 SPDN yang ada saat ini hanya di Jawa Timur saja yang suplainya relatif berjalan baik, sedangkan di wilayah timur lebih banyak yang bermasalah. Menurut dia, jika Pertamina memberikan alasan tersendatnya pasokan karena kurangnya infrastruktur tentu tidak dapat diterima karena sebelum pembangunan SPDN Pertamina sudah melakukan survei terlebih dahulu. Selain itu, dia mengatakan, sebagai operator yang telah ditunjuk Pertamina tidak bisa berdalih bahwa ketika solar untuk nelayan banyak digelontorkan tetapi nelayan justru menggunakan minyak tanah, sehingga saat ini suplai solar ke nelayan dikurangi. "Itu sudah jadi tugas dia sebagai operator, dia harus laksanakan sesuai kontrak juga. Toh ada alokasi solar bersubsidi termasuk ke perikanan, kalau masih dalam koridor subsidi ya disalurkanlah, saya kira dalam situasi sepertt ini semua yang terlibat penyaluran subsidi jangan main-main lah," katanya. MoU perjanjian subsidi BBM untuk SPDN sendiri, menurut dia, telah dilakukan antara Pertamina, Departemen Energi Sumber Daya Mineral, DKP, dan HNSI. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008