Pertama barang sitaan seharusnya diadministrasikan sedemikan rupa jadi bisa dicantumkan ke laporan keuangan, meski tidak jadi neraca keuangan
Jakarta (ANTARA) - Auditor utama BPK yang juga calon pimpinan auditor utama investigasi I Nyoman Wara mengungkapkan penyebab KPK hanya mendapat predikat "Wajar Dengan Pengecualian" dalam laporan keuangan 2018.
"Berdasarkan audit BPK untuk laporan keuangan 2018, KPK mendapat Wajar Dengan Pengecualian, memang ini baru pertama kalinya karena sebelumnya Wajar Tanpa Pengecualian. Hal ini karena masalah pengelolaan barang sitaan dan barang rampasan," kata I Nyoman Wara di gedung Sekretariat Negara (Setneg) Jakarta, Selasa.
Nyoman menyampaikan hal itu saat mengikuti uji publik seleksi capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019. Uji publik itu diikuti 20 capim sehingga per hari, pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.
"Pertama barang sitaan seharusnya diadministrasikan sedemikan rupa jadi bisa dicantumkan ke laporan keuangan, meski tidak jadi neraca keuangan," ungkap Nyoman.
"Jadi apakah barang sitaan itu disebutkan di laporan keuangan atau tidak?" tanya anggota pansel Indriyanto Seno Adji.
"Belum," jawab Nyoman.
"Belum atau tidak ada?" tanya Indriyanto lagi.
"Tidak ada di laporan keuangan," ungkap Nyoman.
Persoalan kedua adalah masalah barang rampasan yang tidak tercatat.
"Kedua barang rampasan yang sudah punya kekuatan hukum tetap harusnya dicatat di neraca aset KPK nilainya ada Rp0,9 triliun di catatan akuntansi KPK tapi menurut unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK ada Rp1,4 triliun," tambah Nyoman.
Unit Labuksi menurut Nyoman memang mengurus barang sitaan dan barang rampasan, namun belum memadai karena belum ada standard operating procedure (SOP) dari barang rampasan tersebut.
"Setelah diskusi lebih lanjut ternyata ada barang tercatat tapi bukti-buktinya tidak cukup sekitar Rp300 miliar, lalu ada juga barangnya ada sekitar 200 jenis seperti tanah dan aset kendaraan tapi tidak tercatat, kemudian ada yang barang tercatat keluar tapi tidak disertai bukti bahwa barang itu keluar misalnya setelah lelang dan sebagainya jadi barang-barang itu yang harus ditelusuri lebih lanjut," jelas Nyoman.
"Kalau saudara jadi pimpinan KPK akan ditindak tegas tidak?" tanya Indriyanto.
"Saya akan membuat SOP dan inventarisasi kalau ada seperti itu," jawab Nyoman.
"Kalau WDP itu penelusurannya kan law enforcement, jadi kalau jadi pimpinan akan tegas tidak? Lha bukti itu saya tahu juga banyak yang tidak beres itu harus jadi atensi bapak jadi pimpinan," tegas Indriyanto.
Nyoman juga sepakat bahwa KPK seharusnya menangani perkara korupsi bernilai besar saja.
"Kalau OTT-OTT kecil sebaiknya diserahkan (ke penegak hukum lain), KPK fokus ke kasus besar, nilai kerugian besar sehingga kecil-kecil bisa diserahkan ke polisi, tapi harus ada trust dulu kalau tidak ada trust, bagaimana mau supervisi?" ungkap Nyoman.
I Nyoman Wara saat ini juga sedang menghadapi gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum dalam audit Penghitungan Kerugian Negara dalam Pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku Pemengang Saham Pengendali BDNI pada Tahun 2004 Sehubungan dengan Pemenuhan Kewajiban Penyerahan Aset oleh Obligor BLBI kepada BPPN.
Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel yaitu Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Panitia seleksi (pansel) capim KPK pada Jumat (23/8) mengumumkan 20 orang yang lolos lolos seleksi "profile assesment". Mereka terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang) dan penasihat menteri (1 orang).
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019