Purwokerto (ANTARA News) - "Wringin kurung" (beringin berpagar) di tengah alun-alun kota merupakan salah satu ciri khas kerajaan-kerajaan di tanah Jawa yang perlu dipertahankan, sehingga sangat disayangkan jika ditiadakan, kata Ketua Penelitian dan Pengembangan Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) Banyumas, Yatman S.
"Secara filosofi budaya Jawa, maka keberadaan `wringin kurung` di tengah alun-alun sebagai tempat untuk berteduhnya warga yang hendak menghadap raja atau adipati (bupati)," ujarnya di Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat.
Dengan demikian, kata dia, di saat raja berada di pendopo akan melihat kerumunan rakyatnya, sehingga akan memerintahkan patihnya untuk memanggil mereka agar menghadap.
Selain itu, lanjutnya, keberadaan jalan yang lurus di depan pendopo dan membelah alun-alun juga memiliki sebuah filosofi.
"Masyarakat jika ingin menghadap raja tidak boleh datang dari samping karena dianggap kurang ajar sehingga dibuat sebuah jalan di tengah alun-alun langsung menuju pendopo," katanya.
Ia mengatakan, pembuatan jalan di tengah alun-alun tersebut juga memiliki makna memisahkan antara kebajikan dan keburukan.
Menurut dia, alun-alun sebelah kanan sebagai simbol kebajikan sehingga di bagian tersebut terdapat sebuah masjid, sedangkan alun-alun sebelah timur merupakan simbol keburukan sehingga di sisi tersebut terdapat pengadilan.
"Untuk itu, kami sebagai penggiat budaya sangat menyayangkan rencana Bupati Banyumas, H Mardjoko yang hendak menyatukan dua bagian Alun-alun Purwokerto sekaligus menebang dua `wringin kurung` yang ada di tengahnya," katanya.
Menurut dia, penggabungan Alun-alun Purwokerto tersebut bakal menghilangkan kekhasan budaya Jawa khususnya Banyumas meski saat ini keberadaan kantor pengadilan sudah dipindahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008