Jakarta, (ANTARA News) - Persentuhan dengan keseharian yang kerap melafalkan penderitaan membawa pelukis Jeihan untuk menuangkannya dalam lukisan tentang mosaik kesedihan hidup orang lain. Ia bahkan berangkat dari diri sendiri.Penderitaan yang berwujud dalam penyakit ginjal yang dialaminya sendiri memberikan inspirasi kepada dia untuk melukiskan apa yang dideritan dirinya sendiri. Hasil lukisan Jeihan tentang penderitaanya itu bisa dilihat dalam pameran lukisan Sabang Merauke Memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional, seperti ketika dia berada di ruang gawat darurat (Aku di ICU), ketika cuci darah (Aku Cuci Darah), dan potret para dokter ginjalnya (Aku dan 2 Dokter Ginjalku). "Saya ingin menggambarkan rasa sakit yang pernah saya alami, luar biasa penderitaan yang saya alami selama sakit ginjal apalagi ketika harus cuci darah mulai dari seminggu sekali sampai seminggu tiga kali," kata Jeihan di Jakarta, Kamis malam, tentang lukisannya yang dipamerkan di Taman Ismail Marzuki (22-31 Mei). Jeihan mengatakan keadaan itu dialaminya pada 2007 dan rasa sakit itu berangsur berkurang ketika ia merampungkan pencangkokkan ginjal pada November 2007. "Ada banyak hikmah yang saya petik, di antaranya iman saya semakin kuat, menjalani hidup lebih ikhlas karena semua saya pasrahkan pada Tuhan, dan makin rajin bersyukur," kata pria kelahiran Solo, 26 September 1938. Rasa syukur itu salah satunya diwujudkan dengan memelopori Pameran Lukisan Sabang Merauke. Ia mengajak sejumlah seniman untuk melukis dengan tema kebangkitan nasional, seperti Lian Sahar, Sapardi Djoko Damono, Syahnagra Ismail, Yoes Rizal, Winarti, Patrick, dan Iconk. Jeihan mengakui sejak dirinya dinyatakan sehat oleh dokter, tema lukisannya berubah. Ia banyak menceritakan penderitaan yang dialaminya ketika sakit. Bagian yang tetap dari lukisannya adalah semua mata manusia yang menjadi obyeknya selalu tanpa biji mata, alis, dan bulu mata; hanya goresan hitam. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008