Quito (ANTARA News) - Sekjen Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) Abdala El-Badri mengatakan bahwa anggota OPEC tidak senang dengan melonjaknya harga minyak dunia dan ia menuding para spekulan dan melemahnya dolar AS sebagai penyebabnya.
"Kami tidak senang dengan kenaikan dalam harga minyak ini," kata El-Badri selama kunjungannya ke Ekuador, Kamis.
"Perubahan bukan karena faktor fundamental. Hal itu juga tidak ada kaitannya dengan permintaan dunia," katanya, seraya menekankan bahwa penurunan nilai tukar dolar AS telah mendorong harga minyak menjadi lebih tinggi.
"Harga berada pada 130 dolar AS dan hari ini berada pada 135 dolar AS, ini benar-benar suatu pasar yang gila," katanya, seoerti dikutip AFP.
Pimpinan OPEC itu juga mengatakan bahwa OPEC ingin melihat harga minyak tidak berada pada posisi tinggi atau rendah.
"Kami akan senang melihat titik menengah, di mana para produsen dan konsumen dapat bekerja secara bersama-sama," katanya.
Ia mengatakan, sementara euro mungkin menguat di bandingkan dengan dolar, seluruh perdagangan internasional dikendalikan dalam dolar dan "itu akan memakan waktu lama untuk merubahnya."
El Badri, Sekjen OPEC itu melakukan kunjungan kerja selama seminggu ke dua negara anggota OPEC di Amerika Latin yakni Venezuela dan Ekuador.
Ia melakukan pertemuan dengan Presiden Venezuela pada Selasa lalu di Caracas dan dengan Menteri Energi dan Perminyakan yang juga pimpinan PDVSA, Rafael Ramirez.
Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan oleh OPEC Rabu lalu, El-Badri mengatakan bahwa OPEC tetap berkomitmen "bekerja untuk menstabilkan pasar minyak internasional, dengan catatan bahwa harga minyak yang tinggi saat ini bukan disebabkan oleh fundamental pasar, karena pasokan pasar dalam keadaan baik.
"OPEC akan terus memonitor pasar-pasar minyak dunia secara bertahap dan siap untuk mengambil tindakan jika hal itu akan menjamin stabilitas pasar dan kecukupan pasokan," kata pernyataan itu.
Harga minyak mentah meroket ke rekor tinggi di atas 135 dolar pada Kamis, didorong oleh meningkatnya kekhawatiran bahwa pasokan energi akan gagal memenuhi permintaan, kata para analis. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008