Sitaro (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) berharap warga mewaspadai ancaman awan panas guguran Gunung Karangetang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara.
"Kita belajar dari pengalaman tahun sebelumnya bahwa pernah terjadi awan panas guguran," sebut Kepala Sub Bidang Mitigasi Pengamatan Gunung Berapi di Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG) Devy Kamil Syahbana di Manado, Selasa.
Potensi ancaman awan panas guguran bisa saja terjadi apabila material lava terus menumpuk dan volumenya semakin membesar di ujung titik leleran.
"Kontur penumpukan titik leleran lava tidak berada pada bidang datar, tetapi menurun. Kami khawatir ketika terus terakumulasi bisa berpotensi terjadinya longsoran," ujarnya.
Karena itu menurut Devy, pihaknya terus melakukan evaluasi serta terus melakukan pantauan langsung kondisi terakhir jarak luncuran lava termasuk volumenya.
Dia mengatakan, jarak luncuran material guguran lava telah mencapai kira-kira 2.000 meter dari kawah, bila dibandingkan dengan jarak luncuran sebelumnya berkisar 1.750 meter.
Jarak luncuran ini semakin dekat dengan pemukiman masyarakat, kira kira 750 meter, katanya.
"Akan terus kita evaluasi untuk dilakukan langkah selanjutnya," ujarnya.
Pascaguguran batu lava panas Gunung Karangetang di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara, pemerintah daerah mengevakuasi sebanyak 17 kepala keluarga Kampung Winangun Lindongan II, Kecamatan Siau ke tempat pengungsian pada hari Minggu (25/8), pukul 17.00 WITA.
Warga pengungsi bertahan di Gereja Galilea yang bertempat di kampung Kinali, Kecamatan Siau Barat Utara.
Penyintas berjumlah 17 kepala keluarga atau 50 jiwa tersebut terdiri dari 25 perempuan dan sisanya laki-laki, saat ini mereka telah mendapatkan dukungan bantuan berupa matras, beras dan triplek.
Baca juga: Jarak luncur guguran lava Karangetang sampai 2.000 meter
Baca juga: BNPB: 17 KK diungsikan akibat aktivitas Gunung Karangetang
Baca juga: Status Siaga Tiga di tiga gunung berapi Sulut
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019