komitmen pemerintah sangat kuat untuk melindungi anak-anak terutama dari predator yang berulang
Jakarta (ANTARA) - Keputusan untuk menerapkan hukuman kebiri kimia, merupakan upaya kuat pemerintah untuk melindungi anak-anak dari predator seks, kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Edi Suharto.
"Ini pesan yang sangat kuat betapa komitmen pemerintah sangat kuat untuk melindungi anak-anak terutama dari predator yang berulang," katanya di Jakarta, Selasa.
Edi menjelaskan, kebiri kimia tidak serta merta diterapkan begitu pelaku melakukan kekerasan, tapi merupakan suatu langkah akhir yang tegas ketika pelaku mengulang kembali perbuatannya.
"Intinya betapa pemerintah punya semangat dan visi yang besar untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual yang akan membahayakan masa depan mereka," tambah Edi.
Terpidana Muhammad Aris, warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto divonis bersalah karena mencabuli sembilan orang korban yang masih anak-anak.
Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan vonis Pengadilan Negeri Mojokerto yang memberi tambahan hukuman kebiri kimia terhadap terpidana Muhammad Aris, selain menetapkan penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
Persidangan pemuda berusia 21 tahun itu menggunakan pasal 76 D juncto pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur sedang mengoordinasikan petunjuk teknis (juknis) eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap Muhammad Aris, menyusul putusan banding dari Pengadilan Tinggi Surabaya yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Baca juga: Terpidana hukuman kebiri di Jatim ajukan PK
Baca juga: Kowani minta pemerintah lakukan harmonisasi hukuman kebiri kimia
Baca juga: Menkes dukung hukuman kebiri kimia terpidana kejahatan seksual anak
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019