Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pokja Perindustrian dan Energi Ikatan Alumni Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Yudianto Hasan mengingatkan agar kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak disikapi secara politis karena persoalannya sangat teknis.Kepada wartawan di Jakarta, Kamis, Yudi mengatakan kenaikan harga BBM dalam negeri tidak bisa dilepaskan dari faktor melambungnya harga minyak dunia."Apabila kita masih saja bergerak pada tataran politis, akhirnya seperti yang sudah-sudah, antisipasi akan sangat terlambat untuk dilakukan," katanya. Jika antisipasi terlambat, kata dia, ujung-ujungnya masyarakat lagi yang akan menjadi korban, karena pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberikan subsidi kepada warganegaranya. "Secara teoritis, harga minyak dunia ini bila masih akan membubung atau minimal stagnan pada posisi sekarang, akan sangat memberatkan APBN," katanya. Hemat Energi Untuk menyikapi krisis energi saat ini dan mendatang, kata Yudi, mau tak mau bangsa Indonesia harus berhemat dalam hal energi. Harus ada transformasi dari masyarakat boros energi menjadi masyarakat hemat energi. Apalagi cadangan sumber energi di tanah air tidak terlalu besar. Cadangan minyak Indonesia hanya 0,3 persen dari cadangan minyak dunia, gas sekitar 0,6 persen dari cadangan gas dunia, batubara hanya sekitar tiga persen dari total cadangan batubara dunia. "Mau tidak mau, hemat energi, yang antara lain hemat BBM dan hemat listrik, menjadi suatu keharusan. Bukan hanya di tataran birokratis, tetapi dilakukan ke semua sektor yang terkait, seperti rumah tangga, transportasi, maupun industri," katanya. Untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya hemat energi, kata Yudi, harus dilakukan dengan metode sosialisasi yang benar. "Masalahnya, selama ini sosialisasi bukan ditujukan untuk membentuk budaya, tetapi hanya dilakukan secara sporadis untuk mendukung program masing-masing instansi," ujarnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008