Jakarta, (ANTARA News) - Setiap tahun sekitar 10.000 ekor burung jenis paruh bengkok, antara lain nuri dan kakatua, diduga ditangkap dari kawasan Halmahera Utara dan Sulawesi Utara, Provinsi Maluku Utara, untuk diperdagangkan di tingkat domestik dan dijual ke Filipina, kata lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan. "Sekitar 41 persen burung yang ditangkap dari Halmahera diselundupkan ke Filipina lewat perdagangan di tengah laut, dengan perahu nelayan dan kapal `boat` pribadi," kata R Tri Prayudhi, seorang penggiat ProFauna Indonesia di Jakarta, Kamis siang. Data tersebut diungkapkan dalam laporan investigasi terbaru ProFauna Indonesia yang berjudul "Pirated Parrot", yang menginvestigasi perdagangan burung paruh bengkok di Kepulauan Talaud, Halmahera Utara, dan Filipina pada periode Juni-September 2007. Menurut temuan ProFauna, burung-burung paruh bengkok Indonesia terutama yang berasal dari Pulau Halmahera, Maluku Utara, banyak diselundupkan ke Filipina lewat pelabuhan di Desa Pelita, Kecamatan Galela, Halmahera Utara. Jenis burung yang paling sering diselundupkan ke Filipina yakni kakatua putih (Cacatua alba), kesturi Ternate (Lorius garrulus), bayan (Eclectus roratus), dan nuri kalung ungu (Eos squamata). "Penyelundupan burung paruh bengkok ke Filipina ini melanggar ketentuan CITES (Konvensi Internasional tentang Perdagangan Spesies Terancam Punah), yang telah diratifikasi Indonesia sejak 1978," katanya. Semua jenis burung paruh bengkok adalah spesies yang termasuk dalam apendiks II, yang boleh diperdagangkan asalkan spesies itu hasil penangkaran alias bukan hasil tangkapan langsung dari alam. "Pada kenyataannya ternyata penangkapan masih saja terjadi, dan Departemen Kehutanan pun masih mengizinkan kuota tangkap," katanya menjelaskan. ProFauna mencatat, di tingkat penangkap, burung bayan dihargai 60.000 rupiah per ekor. Saat dijual di Surabaya, harganya menjadi 600.000 rupiah, dan ketika sampai di Filipina dijual dengan harga Rp1 juta, katanya. "Bila kita hitung 10.000 burung diselundupkan ke Filipina semua dengan harga 1 juta rupiah, maka negara Indonesia dirugikan 10 miliar rupiah per tahun," kata Tri. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008