Harus ada payung hukum untuk bisa mengamankan proses pemindahan ibu kota,

Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan penetapan ibu kota suatu negara harus memiliki payung hukum supaya proses pemindahan tidak dinilai ilegal.

"Harus ada payung hukum untuk bisa mengamankan proses pemindahan ibu kota, karena ini nanti implikasinya sangat luas, misalnya perubahan wajah DKI Jakarta sebagai ibu kota," ujar Feri ketika dihubungi Antara di Jakarta, Senin.

Menurut Feri salah satu payung hukum yang dapat digunakan adalah UU Pemindahan Ibukota yang seharusnya segera diundangkan. Sebelum itu disahkan, Feri menilai DPR dapat mengesahkan RUU Pemindahan Ibu Kota terlebih dahulu.

"Itu seharusnya dilakukan sebelum Presiden Jokowi pengumuman pemindahan," kata Feri.

Baca juga: Anggota DPR: Jika serius, ajukan RUU Pemindahan Ibu Kota tahun 2020

Menurut Feri, pemindahan ibu kota cukup diatur dalam pasal peralihan dalam Undang Undang Ibukota yang baru.

Pasal peralihan tersebut sebagai payung hukum, bisa memuat penghapusan atau pembatalan UU Ibukota Negara yang lama, sehingga tidak ada undang-undang atau peraturan yang tumpang tindih terkait dengan Ibu Kota.

Pada Senin (26/8) Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan lokasi ibu kota baru Indonesia seluas 180 ribu hektare di dua kabupaten yaitu Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara.

Baca juga: Fahri sesalkan keputusan sepihak pemindahan ibu kota

Pada kesempatan lain, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan bahwa telah disiapkan naskah akademik yang akan dilampirkan untuk pengajuan RUU Pemindahan Ibu Kota sebagai payung hukum.

Bambang mengatakan fase persiapan pemindahan ibu kota akan dimulai pada 2020 hingga penyelesaian rencana induk atau master plan, rancangan bangunan dan dasar perundang undangan.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019