Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) membuka diri terhadap segala informasi terkait perpindahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun), baik yang hanya sekadar melintasi wilayah Indonesia maupun yang bertujuan akhir ke Indonesia.Pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar dalam jumpa pers bersama Sekretaris Eksekutif Konvensi Basel, Katharina Kummer Peiry, di Jakarta, Rabu."Kita senantiasa mencari hukuman yang memberikan efek jera bagi pelaku perpindahan limbah B3," kata Rachmat Witoelar menjelaskan upaya yang dilakukan kementeriannya terkait tindak perdagangan limbah B3.Dia menjelaskan, rata-rata modus yang dilakukan oleh pelaku perdagangan limbah B3 adalah menggunakan dokumen palsu, sehingga kerja keras dari pihak imigrasi sangat dibutuhkan di sini. Rachmat mendeskripsikan upaya memerangi perdagangan limbah B3 sebagai "perjuangan tiada akhir". Selain membutuhkan ketepatan informasi dari berbagai pihak, Rachmat menilai pengawasan harus diperketat di Indonesia, karena negeri ini memiliki demikian banyak jalur masuk limbah B3 baik lewat perairan atau darat. "KLH pada prinsipnya membuka diri terhadap segala informasi yang sekiranya bisa membantu upaya kita mencegah masuknya limbah B3 ke Indonesia," ujarnya. Ia mencontohkan kasus rencana masuknya limbah B3 dari Belanda beberapa waktu silam. "Tetapi karena kita mendapat informasi dari Belanda tentang rencana itu, Indonesia pun bersiap dan menunggu masuknya limbah itu lewat pelabuhan," kata dia. Dan ternyata memang benar, limbah itu dikirim ke Indonesia dan dapat langsung dikembalikan ke negara pengirim lewat mekanisme Konvensi Basel, tambah Rachmat. "Kita tidak ingin lama-lama Indonesia ini menjadi `tempat sampah` buat negara-negara lain, itu sebabnya lewat Sekretariat Konvensi Basel semua perselisihan dan protes Indonesia atas masuknya limbah B3 bisa diselesaikan dengan baik," katanya. Sementara itu Rasio Ridho Sani, asisten deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup untuk bidang pertambangan, energi, minyak, dan gas, memperkirakan tiap tahun Indonesia memproduksi tujuh juta ton limbah B3, dan hanya 1,7 juta ton yang diolah lalu dimanfaatkan. "Indonesia telah menerima banyak surat notifikasi permohonan izin mengirim limbah B3 dari negara maju, tetapi kita tidak mau menampung ribuan ton limbah mereka itu," kata Ridho.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008