Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Pelayanan Prof Akmal Taher mengatakan tanaman Bajakah berpotensi untuk dikembangkan menjadi obat namun saat ini belum teruji secara klinis sebagai penyembuh kanker.
"Potensinya ada, tapi sulit pada titik ini untuk mengklaim bahwa tanaman Bajakah bisa menyembuhkan kanker," kata Akmal di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin.
Akmal menjelaskan potensi yang dimaksud adalah hasil penelitian awal di laboratorium yang dilakukan oleh siswa SMAN 2 Palangka Raya Kalimantan Tengah.
Siswa-siswi tersebut, yakni Anggina Rafitri, Aisya Aurealya Maharani, dan Yazid menguji coba khasiat air rebusan Bajakah yang diberikan pada hewan mencit yang disuntikkan sel tumor.
Penelitian membuktikan tumor pada mencit berangsur menghilang setelah meminum air rebusan Bajakah.
Baca juga: Menkes siap teliti potensi Bajakah untuk kanker
Namun Prof Akmal mengatakan hal tersebut baru pengujian terhadap hewan. Sementara membutuhkan banyak tahapan proses penelitian lainnya yang harus dilalui hingga akhirnya benar-benar bisa diaplikasikan pada pasien dalam jumlah yang banyak.
Akmal mengategorikan tanaman Bajakah sebagai obat tradisional yang aman, namun untuk mengetahui khasiatnya perlu pendalaman lebih lanjut.
"Ini obat tradisional, sudah dipakai berpuluh bahkan beratus tahun oleh nenek moyang kita, biasanya cukup aman. Kalau ada efek samping nenek moyang kita tidak akan mau pakai," kata dia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Siswanto menjabarkan ada sejumlah tahapan proses pengujian yang perlu dilewati untuk memastikan khasiat tanaman Bajakah.
Uji praklinis untuk obat kanker harus dites dengan dua sel kanker yang berbeda. Bila tanaman Bajakah bermanfaat membunuh sel kanker payudara, harus diuji ulang dengan sel kanker lain.
Selanjutnya tahap pengujian beralih ke hewan, yaitu mencit atau tikus putih kecil yang disuntikkan sel kanker. Apabila pengujian pada hewan berhasil, tahapan selanjutnya dilakukan pada manusia dengan tiga fase yang harus dilalui.
"Fase satu untuk melihat toksisitas atau keamanan dan cara kerja. Fase dua untuk melihat efikasinya, manfaatnya dalam jumlah sampel terbatas. Fase tiga baru dilakukan pada jumlah pasien yang banyak, kalau itu sudah terbukti barulah diklaim bahwa memang ekstrak tadi mempunyai antikanker melalui uji klinis," kata Siswanto.
Baca juga: BPOM Kalteng larang jual Bajakah sebagai obat kanker
Baca juga: Pakar: Bajakah harus diteliti lebih lanjut
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019