Jakarta, (ANTARA News) - Data yang akurat dan tepat tentang volume limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang dihasilkan setiap negara di seluruh dunia sulit diperoleh, demikian diakui Sekretaris Eksekutif Konvensi Basel Katharina Kummer Peiry. "Selama ini Sekretariat Konvensi Basel sangat bergantung kepada laporan tahunan dari para negara peserta konvensi, dan tidak semua negara melaporkan limbah B3nya ke kami," kata Katharina Kummer Peiry dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup Jakarta, Rabu. Faktor kedua yang membuat pendataan volume limbah B3 sulit dilakukan, lanjut Katharina, adalah perbedaan sistem pendataan di tiap negara. Data Sekretariat Konvensi Basel tahun 2000 menyebutkan jumlah limbah B3 adalah 318 juta ton, sementara pada tahun 2001 naik jadi 338 juta ton. Namun, data ini menjadi tidak akurat ketika negara-negara maju yang tergabung dalam OECD melaporkan bahwa selama tahun 2001 limbah B3 yang dihasilkan oleh 25 negara anggota mereka sudah mencapai 4 miliar ton. Kesulitan serupa dialami di dalam negeri, Indonesia.Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup, spesifikasi limbah B3 yang dianut oleh Indonesia bisa berbeda dengan yang dianut Singapura. Sementara limbah produksi dalam negeri sukar didapat akibat rendahnya pemahaman dan minimnya penanganan. "Itu sebabnya dalam upaya kita mencegah penyebaran limbah B3, Konvensi Basel diberlakukan. Tujuannya tidak lain adalah mengatur perpindahan lintas batas dan pembuangan B3," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar. Berdasarkan keputusan Konferensi Antar Bangsa (COP) ke-8 tentang Pengelolaan Limbah di Nairobi, Kenya, tahun 2006, Indonesia didaulat menjadi tuan rumah pelaksanaan COP ke-9. COP ke-9 Konvensi Basel diselenggarakan pada 23-27 Juni 2009 di Nusa Dua, Bali, dan menyerap anggaran dari dana pemerintah sekitar 10 miliar rupiah. Konferensi ini merupakan pertemuan tingkat menteri yang akan dihadiri oleh menteri lingkungan dari negara pihak (negara penandatangan dan negara yang telah meratifikasi konvensi), kalangan LSM, swasta, dan pemerintah. Untuk COP ke-9 bertema "Pengelolaan Limbah untuk Kesehatan dan Kehidupan". Tema ini menguatkan kembali upaya pengarusutamaan isu pengelolaan dan penanganan limbah di semua negara di dunia. Konvensi yang dikenal dengan nama Konvensi Basel itu disepakati di Basel, Swiss, pada 22 Maret 1989 dan mulai berlaku resmi pada tahun 1992. Indonesia meratifikasi Konvensi Basel pada tahun 1993 melalui penerbitan Keputusan Presiden No. 61 tahun 1993.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008