Jakarta, (ANTARA News) - Mantan Duta Besar RI untuk Malaysia, Roesdihardjo dituntut dua tahun enam bulan penjara dalam kasus pemberlakukan tarif ganda pengurusan dokumen keimigrasian di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) ketika membacakan tuntutan secara bergantian di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi pada Rabu menyatakan Roesdiharjo terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, seperti diatur dalam pasal 3 jo 18 jo UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Roesdiharjo dituntut bersama mantan Kepala Bidang Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Arihken Tarigan. Arihken dituntut tiga tahun penjara. Keduanya juga dituntut membayar denda Rp200 juta subsidiair enam bulan kurungan. Selain itu, tim JPU menuntut Roesdihardjo membayar uang pengganti Rp2,2 miliar, dan menuntut Arihken membayar uang pengganti Rp10,724 miliar. Jika kedua terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam batas waktu enam bulan setelah perkara tersebut berkekuatan hukum tetap, maka harta benda keduanya akan disita dan dilelang untuk negara. Kemudian, jika harta benda kedua terdakwa tidak mencukupi, maka Roesdihardjo harus menjalani pidana penjara selama dua tahun, sedangkan Arihken selama tiga tahun. Terhadap tuntutan itu, Roesdihardjo enggan berkomentar. Pria berambut putih itu hanya meminta semua pihak menyimak jalannya sidang. "Kita lihat saja fakta persidangan," kata Roesdihardjo sambil melangkah meninggalkan ruang sidang. Mantan Duta Besar RI untuk Malaysia, Roesdihardjo dan mantan Kepala Bidang Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Arihken Tarigan sebelumnya didakwa oleh Tim JPU merugikan negara 6,180 juta ringgit Malaysia (RM) atau setara Rp15,45 miliar dalam kasus dugaan korupsi pungutan liar di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Roesdihardjo dinyatakan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dari pemberlakuan tarif ganda untuk kepengurusan dokumen keimigrasian di KBRI Kuala Lumpur. Selama menjabat Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Malaysia, Roesdihardjo didakwa setiap bulan menerima 30.000 hingga 40.000 RM atau seluruhnya sebesar 660.000 RM hingga 880.000 RM atau setara Rp1,65 miliar sampai Rp2,2 miliar. Arihken dan para pegawai KBRI Kuala Lumpur lainnya didakwa menerima 5,3 juta RM atau setara Rp13,25 miliar. Uang yang diterima Roesdihardjo dan Arihken itu berasal dari pemberlakuan SK Ganda Nomor 021/SK-DB/0799 tanggal 20 Juli 1999 yang memberlakukan tarif yang lebih tinggi dari yang sebenarnya untuk biaya kepengurusan dokumen imigrasi. Tarif yang ditarik dari para WNI yang mengurus dokumen keimigrasian ditentukan lebih tinggi sedangkan yang disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah yang lebih rendah sesuai dengan tarif aslinya. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008