Jakarta (ANTARA News) - Dalam sidang perdana kasus penyuapan terhadap Jaksa Urip Tri Gunawan dengan terdakwa Artalyta Suryani di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Rabu, terungkap kalau jaksa Urip pernah meminta tambahan "bonus" dari terdakwa.
Upaya permintaan tambahan "bonus" itu terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaannya. Surat dakwaan tersebut dibacakan secara bergantian oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang terdiri atas Sarjono Turin, Zet Tadungalo, dan Dwi Aries.
Dalam surat dakwaan, JPU juga menyertakan transkrip pembicaraan antara Artalyta dan Urip pada 27 Februari 2008. Dalam percakapan itu Urip menyatakan bahwa perkara yang menjerat Sjamsul Nursalim berhasli dibantu.
"Kemudian terdakwa mengatakan bahwa saksi Urip mengambil uang yang jumlahnya telah disepakati," ungkap Tim JPU dalam dakwaan.
Transkrip itu juga menyatakan Artalyta berkata, "Ya pokoknya ini jangan terlalu lama juga. Barang itu di rumahku, kelamaan di brankasku,".
Urip menjawab, "Aku juga mengamankan dokumen dokumen itu, semua nanti, ya kan, begitu kan,". Kemudian Artalyta menjawab, "Ya sudah siap. Tinggal waktu aja sampai hari Minggu,".
Setelah itu, Urip berkata, "Oh iya, sesuai dengan apa yang kubilang kemarin". Artalyta menjawab, "Iya selesailah, apa yang aku bilang kemarin kan enam,".
Atas jawaban itu Urip berkata, "Belum bonusnya ya?, tambahin dikitlah ya,".
Kemudian, menurut tim JPU, terjadi kontak antara Artalyta dan Urip pada hari Minggu, 2 Maret 2008. Mereka membicarakan lokasi penyerahan uang, yaitu di Jalan Terusan Hanglekir blok WG 9 Jakarta Selatan.
Sekitar pukul 14.00 WIB pada hari yang sama, Urip menuju rumah di alamat yang disepakati. Saat itu, menurut tim JPU, Artalyta menyerahkan kardus warna putih bertuliskan "Ades" yang berisi uang sebesar 660 ribu dolar AS. Uang itu terdiri atas 66 ikat uang pecahan 100 dolar AS sebanyak 6.600 lembar.
Sesaat setelah penyerahan uang, petugas KPK menangkap Urip dan Artalyta dan menyita uang yang diserahkan kepada Urip tersebut.
Atas perbuatannya, Artalyta dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada dakwaan primair.
Wanita paruh baya itu juga dijerat dengan pasal 13 UU yang sama, pada dakwaan subsidiair. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008